Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2016-2019. (kpi.go.id)
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Evita Nursanty, menegur anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) saat rapat dengar pendapat (RDP) pertama kali dengan DPR. Ia menilai jajaran KPI yang hadir terkesan main-main. “Kalau RDP sama Komisi I itu yang rapi pakai jas, itu teguran saya yang pertama,” kata Evita di Gedung DPR, Selasa, 20 September 2016.
Hari ini adalah pertama kalinya Komisioner KPI periode 2016-2019 menggelar RDP dengan Komisi I DPR. Rapat dijadwalkan mulai pukul 10.00. Ketua KPI Yuliandre Darwis datang mengenakan kemeja putih lengan pajang. Rombongan dari KPI pun mengikuti gaya pakaian Darwis. Mayoritas dari mereka mengenakan kemeja putih tanpa dibalut jas.
Evita menilai rombongan KPI yang baru seolah-olah main-main dengan datang berpakaian kemeja biasa tanpa jas yang dinilai formal. Ketua KPI sempat mengenakan jaket berwarna gelap, tapi jaket itu dilepas di tengah RDP.
Tak hanya teguran, DPR juga memberikan catatan penting terhadap independensi KPI. Evita meminta KPI mengadakan pertemuan rutin dengan Badan Pengawas Pemilu dan Komisi Pemilihan Umum terkait dengan pemberitaan di televisi menjelang pemilihan kepala daerah. DPR tidak ingin kejadian tayangan televisi yang tidak berimbang menjelang pemilihan presiden 2014 terulang. “KPI harus netral dulu,” katanya.
Evita pun menyinggung pemberitaan sidang Jessica perihal kopi sianida yang hingga sekarang belum selesai. Ia meminta KPI memperhatikan itu. Bahkan ia menyebutkan ada dua stasiun televisi swasta yang memberitakan kasus Jessica saat sidang dengan durasi berjam-jam. Ia menilai itu akan mengurangi hak masyarakat dalam menyaksikan program lain di dua stasiun televisi tersebut. “Keadilan bagi pemirsa juga tidak ada,” katanya.
Pimpinan rapat, Hanafi Rais, menghimpun ada total sembilan pertanyaan yang diajukan oleh anggotanya kepada KPI saat RDP. Beberapa pertanyaan berkaitan dengan sensor terhadap tayangan Pekan Olahraga Nasional, netralitas KPI, soal perizinan iklan, dan perpanjangan sepuluh stasiun televisi yang bermasalah.