Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah), Direktur Jenderal Kekayaan Negara Sonny Loho (kiri) dan Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro (kanan) saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 24 Agustus 2016. Rapat tersebut membahas penerbitan saham terbatas atau rights issue, empat BUMN yakni PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT Krakatau Steel Tbk, dan PT Pembangunan Perumahan Tbk serta membahas rencana pembentukan Holding BUMN. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menemukan indikasi penurunan jumlah belanja rumah tangga lantaran program pengampunan pajak (tax amnesty). Menurut Sri, masyarakat berpikir ulang karena harus menyisihkan sebagian harta untuk membayar uang tebusan.
“Saya terus terang hati-hati dengan sentimen publik dalam melihat tax amnesty. Biasanya, secara otomatis mereka akan mengurangi belanja karena harus antisipasi mengeluarkan uang yang tak seharusnya. Itu downside (dampak buruknya),” kata Sri dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 25 Agustus 2016.
Amnesti pajak, bagi Sri, merupakan faktor pertumbuhan ekonomi musiman. Program ini dapat berdampak negatif jika tingkat belanja rumah tangga, korporasi, dan pemerintah semakin menurun karena daya beli semakin tertekan. Apalagi, kecenderungan belanja dikebut pada akhir tahun atau kuartal IV. Di saat yang sama, pemerintah menargetkan penerimaan terbesar tax amnesty cair pada September-Oktober atau akhir tahap pertama. Program ini berakhir pada Maret 2017. “Saya sedang menyuruh tim membuat exercise-nya,” katanya.
Di sisi lain, tax amnesty dapat menyerap investasi di bidang infrastruktur dalam jangka panjang. Kementerian Keuangan telah mengeluarkan sejumlah payung hukum yang mengatur penyaluran dana repatriasi di pasar keuangan dan non-keuangan. Sri yakin program ini mendorong pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 5,18 persen pada kuartal II 2016, atau sebesar 5,2 persen hingga akhir tahun.
Meski begitu, ia menyadari target penerimaan pajak Indonesia tak pernah tercapai sejak 2014. Saat itu, total kekurangan pajak (shortfall) mencapai Rp 100 triliun. Pada 2015, shortfall-nya hampir Rp 200 triliun. Pada semester I 2016, kekurangannya berkisar Rp 218 triliun dari target.
“Saya tak keberatan ada tekanan untuk perbaiki penerimaan pajak. Tanpa melihat ke belakang ada, saya terima pekerjaan mengelola dua undang-undang yang sudah ada, tax amnesty dan APBN 2016,” kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi
1 hari lalu
Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.