Bocah-Bocah Ini Belajar dan Bermain di Lingkungan Alam

Reporter

Editor

Raihul Fadjri

Rabu, 10 Agustus 2016 21:11 WIB

Sejumlah siswa bermain pada waktu istirahat di sekolah Sanggar Anak Alam (SALAM), Nitiprayan, Yogyakarta, Senin (23/7). ANTARA/Sigid Kurniawan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Sinar matahari menyengat, tapi sekelompok bocah dengan riang menyeberang pematang sawah menuju bangunan berhiaskan lukisan dinding (mural) di tengah sawah. Mereka tak berseragam sekolah, dan jauh dari heboh tentang sekolah sehari penuh gagasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru dilantik Muhadjir Effendy.

Semua gembira bermain prosotan, tali temali, dan berlarian di halaman. Aisyah, satu di antara bocah yang menikmati kesejukan alam. Ia memanjat pohon talok rimbun yang membuat teduh bangunan Sanggar Anak Alam. Bocah lainnya, Langit melihat benih bayam merah yang baru ia tanam sepekan yang lalu.”Besok mau dipilih benihnya,” kata Langit, Rabu, 10 Agustus 2016.


Bangunan di tengah sawah yang menempati luas lahan 1000 meter persegi itu adalah Sanggar Anak Alam atau biasa dikenal dengan SALAM. Sekolah alternatif itu berada di Desa Nitiprayan, Kecamatan Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatannya lebih banyak diisi dengan kegiatan bermain.

Ada tiga tempat di sana untuk belajar menulis, membaca, menghitung, menggambar, bernyanyi, menari, dan tentu saja bermain. Bocah-bocah diberi “kemerdekaan” untuk memilih apa yang mereka suka. Misalnya berpetualang, menjahit, fotografi, memasak.

Bangunan Salam berbentuk panggung yang banyak memakai kayu dan bambu. Sekolah ini diperuntukkan bagi anak usia pendidikan anak usia dini, sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama. Total siswanya sebanyak 152 dengan 33 orang guru.


Mereka langsung berinteraksi dengan alam. Bocah biasa bermain berkubang dengan lumpur dan berkebun. Anak-anak itu juga sepakat menjaga lingkungan, saling membantu dan bekerja sama. Misalnya saling memberitahu ketika ada tanaman yang rusak karena diinjak. “Pendidikan kami berbasis pada kebutuhan anak. Mengajarkan mereka punya sikap dan kritis dengan cara menyenangkan,” kata penggagas Sanggar Anak Alam, Sri Wahyaningsih.


Menurut Wahya, panggilan akrab Sri Wahyaningsih, Sanggar Anak Alam di Yogyakarta mulai berdiri sejak 2000. Sebelumnya, sekolah alternatif ini dia dirikan di Lawen, Banjarnegara pada 1988. Dia memberikan buku gratis dan mengajari anak-anak Lawen belajar membaca.


Wahya mendirikan sekolah alternatif itu karena frustasi dengan sekolah formal yang tidak menyentuh kebutuhan dasar anak dan lingkungan sekitarnya. “Pendidikan menjadi tidak aplikatif dan hanya sekadar hafalan,” kata dia.


Advertising
Advertising

Sanggar Anak Alam bisa bertahan tanpa bantuan pendanaan dari pemerintah maupun penyandang dana. Mereka mengandalkan biaya operasional untuk membayar guru dari uang SPP sebesar Rp 400 ribu. Selain itu, mereka memproduksi makanan organik, shampo dan sabun ramah lingkungan yang dijual di sekitar kampung itu.

Sekolah ini banyak diminati oleh orang tua dari kalangan seniman, dosen, dan dokter. Satu di antaranya adalah perupa Ugo Untoro yang menitipkan anaknya untuk belajar dan bermain di Sanggar Anak Alam.


SHINTA MAHARANI

Berita terkait

USAID Kerja Sama dengan Unhas, ITB dan Binus

14 jam lalu

USAID Kerja Sama dengan Unhas, ITB dan Binus

Program USAID ini untuk mempertemukan pimpinan universitas, mitra industri, dan pejabat pemerintah

Baca Selengkapnya

Gibran Dorong Program CSR Lebih Banyak Diarahkan ke Sekolah-Sekolah

1 hari lalu

Gibran Dorong Program CSR Lebih Banyak Diarahkan ke Sekolah-Sekolah

Gibran mengatakan para penerima sepatu gratis itu sebagian besar memang penerima program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta.

Baca Selengkapnya

KPPU: Penegakan Hukum Pinjol Pendidikan Masih Tahap Penyelidikan Awal

1 hari lalu

KPPU: Penegakan Hukum Pinjol Pendidikan Masih Tahap Penyelidikan Awal

Pada Februari 2024, KPPU menyatakan memanggil empat perusahaan pinjol yang berikan pinjaman pendidikan kepada mahasiswa.

Baca Selengkapnya

Cerita dari Kampung Arab Kini

6 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.

Baca Selengkapnya

Kemendikbudristek Buka Pendaftaran Calon Pendidik Tetap di Malaysia

6 hari lalu

Kemendikbudristek Buka Pendaftaran Calon Pendidik Tetap di Malaysia

Tenaga pendidik akan ditempatkan Kemendikbudristek di CLC yang berlokasi di perkebunan atau ladang dengan masa penugasan selama 2 tahun.

Baca Selengkapnya

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

9 hari lalu

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi

Baca Selengkapnya

Inilah 3 Profesi yang Diyakini Bill Gates Tak Bisa Digantikan AI

11 hari lalu

Inilah 3 Profesi yang Diyakini Bill Gates Tak Bisa Digantikan AI

Pendiri perusahaan teknologi Microsoft, Bill Gates, mengatakan bahwa ada tiga profesi yang tahan dari AI. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Inilah Vivi, Mahasiswa Baru Termuda Unesa yang Lulus SNBP di Usia 16 Tahun

19 hari lalu

Inilah Vivi, Mahasiswa Baru Termuda Unesa yang Lulus SNBP di Usia 16 Tahun

Begini kiat Vivi bisa lulus SNBP 2024 program studi Manajemen Informatika Unesa sebagai calon mahasiswa baru termuda.

Baca Selengkapnya

Kemendikbudristek Sebut 87 Persen Sekolah Sudah Bentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan

22 hari lalu

Kemendikbudristek Sebut 87 Persen Sekolah Sudah Bentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan

Kemendikbudristek sudah menyiapkan petunjuk teknis dan panduan untuk membantu mencegah kekerasan di sekolah.

Baca Selengkapnya

2 WNI Dapat Penghargaan Kepala Perwakilan di Luar Negeri Jepang

26 hari lalu

2 WNI Dapat Penghargaan Kepala Perwakilan di Luar Negeri Jepang

Lussy Novarida Ridwan mendapat penghargaan atas kontribusinya mempromosikan dan meningkatkan kualitas pendidikan bahasa Jepang

Baca Selengkapnya