Sejumlah mahasiswa Papua berdialog dengan Wakil Ketua III DPR Papua dari fraksi Gerindra Yanni (kanan) di asrama Papua Kamasan, Yogyakarta, 19 Juli 2016. Dialog tersebut berakhir buntu karena mahasiswa Papua ingin bertemu langsung dengan tim dari Dewan Perwakilan Rakyat Papua. TEMPO/Pius Erlangga
TEMPO.CO, Yogyakarta - Mahasiswa asal Papua yang sedang menempuh kuliah di Yogyakarta, Obby Kogoya mengajukan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta.
Permohonan praperadilan itu diajukan ke Pengadilan Negeri Sleman, Senin, 8 Agustus 2016. Menurut kuasa hukum Obby, dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Emanuel Gobay, penetapan status tersangka itu tanpa didukung dua alat bukti yang sah.
Obby disangka melawan dan menganiaya polisi saat dihentikan karena melanggar lalu lintas pada 15 Juli 2016 lalu. Saat itu, terjadi konsentrasi massa di asrama mahasiwa Papua di Jalan Kusumanegara. Rencananya, mahasiswa Papua akan berdemonstrasi ke kawasan Titik Nol di utara Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.
Namun rencana itu mendapat penolakan dari sejumlah kelompok masyarakat. Untuk menghindari bentrokan, polisi kemudian mencegah para mahasiswa Papua keluar dari asrama.
Pada Saat datang ke asrama itulah, Obby dan kawan-kawan dicegat polisi karena dinilai tidak mematuhi peraturan lalu lintas. Dalam tuduhan polisi, Obby membantah telah melanggar dan ia dituduh melakukan pemukulan terhadap polisi. Adapun versi penasihat hukum Obby, justru dialah yang menjadi korban pengeroyokan.
Emanuel mendaftarkan praperadilan ke Pengadilan Negeri Sleman. Meskipun kasus tersebut terjadi di Kota Yogyakarta, tapi karena yang menetapkan sebagai tersangka adalah Kepolisian Daerah (Polda) maka pendaftaran dilakukan di Pengadilan Sleman.
Disamping itu, kata Emanuel, penetapan Obby sebagai tersangka tidak didahului pemeriksaan sebagai saksi. Tidak ada calon tersangka dan tanpa alat bukti yang sah, kata dia, Obby langsung dijadikan tersangka.
Emanuel pernah menanyakan alat bukti apa yang menjadi dasar polisi menetapkan tersangka. Dari penyidik, visum dikeluarkan dari Rumah Sakit Bhayangkara, tetapi Kepala Bidang Humas Polda DIY menyatakan visum dikeluarkan oleh RSUP Sardjito. “Ini semakin meragukan,” ujarnya.
Juru bicara Pengadilan Negeri Sleman Ayun Kristiyanto menyatakan, pihaknya telah menerima surat dan materi pengajuan praperadilan. Ketua Pengadilan akan menunjuk satu hakim untuk menyidangkan praperadilan ini. “"Sidang selama tujuh hari sejak pemohon dan termohon datang ke sidang. Jika hanya satu pihak saja belum dihitung," kata dia.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta Komisaris Besar Hudit Wahyudi mengatakan penerapan tersangka sudah melalui proses prosedur penyelidikan dan penyidikan yang benar. Ia mempersilakan langkah praperadilan tersebut. "Kami siap menghadapi gugatan," kata dia.