Dinas Pendidikan menilai Tak ada Aturan Penganut Kepercayaan
Editor
LN Idayanie Yogya
Kamis, 28 Juli 2016 23:02 WIB
TEMPO.CO, Semarang - Kepala Dinas Pendidikan Semarang, Bunyamin, menyatakan hingga kini di Indonesia belum ada aturan yang mengatur mata pelajaran agama, untuk siswa sekolah penganut aliran kepercayaan. "Belum ada aturannya," kata dia, kepada Tempo, Kamis (28/7).
Pernyataan itu menanggapi adanya siswa kelas IX SMK N 7 Semarang, yang tidak naik kelas, karena tak ikut pelajaran agama di sekolah. Siswa itu bernama Zulfa. Dia tidak mau ikut pelajaran agama, karena keyakinannya menganut aliran kepercayaan.
Karena Tak ada aturan penganut aliran kepercayaan, Bunyamin merujuk Undang-Undang Sisdiknas bab V pasal 20 ayat 1 huruf a. "Itu sudah sangat jelas aturannya memang tidak ada," kata Bunyamin.
Saat ini, kata dia, belum ada standar kompetensi pendidikan penganut kepercayaan. Akibatnya, pengelola sekolah hanya melaksanakan pendidikan enam agama yang diakui di Indonesia.
Bunyamin memperkirakan, jika pemerintah sudah menerbitkan aturan dan sudah ada standar kompetensinya, pasti dilaksanakan. "Kalau ada aturannya, pasti bisa diatur juga siapa yang mengajarkan," kata dia.
Dinas Pendidikan Semarang sudah terjun ke SMK 7 Semarang, yang ada siswa penganut aliran kepercayaan dan tidak naik kelas karena nilai pelajaran agamanya kosong. Bunyamin menilai, SMKN 7 Semarang sudah melakukan prosedur benar.
Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (ELSA), Yayan Royani, menyatakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan, seorang siswa harus mendapatkan pelajaran agama dan guru sesuai dengan agama yang dianut siswa bersangkutan. “Persoalannya, hampir semua sekolah di Indonesia tak memiliki guru yang menganut penghayat aliran kepercayaan,” kata Yayan.
Yayan menyatakan, kebijakan lokal sekolah akan sangat menentukan bagaimana siswa penganut aliran kepercayaan mendapatkan pelajaran yang sesuai keyakinannya.
Pemerintah dan sekolah harus memberikan keleluasan khusus untuk pelajaran tentang keyakinan siswa penganut aliran kepercayaan. “Penilaian mata pelajaran agama diserahkan ke orang tua, atau sesepuh adat atau guru adat,” kata dia. ROFIUDDIN