Cerita dari Simposium Antropolog 15 Negara di Kampus UI  

Reporter

Selasa, 26 Juli 2016 21:59 WIB

Sejumlah petani menyemprotkan insektisida untuk membasmi hama Wereng Coklat di areal tanaman padi di Desa Bendo, Kapas, Bojonegoro, Jatim, Senin (20/1). ANTARA/Aguk Sudarmojo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid menekankan pentingnya aspek budaya dalam melihat persoalan yang melanda Indonesia.
Sayangnya, masalah sosial dan politik saat ini kebanyakan hanya ditinjau dari satu sudut saja, terutama pada isu-isu yang nampak di permukaan.

“Kajian yang lebih mendalam kini amat diperlukan, di sinilah perlu pendekatan budaya untuk menggali faktor-faktor yang bermain di belakang gejala yang nampak di permukaan," kata Hilmar ketika membuka simposium internasional yang diadakan Jurnal Antropologi Indonesia, di kampus Universitas Indonesia, Depok, pada Selasa, 26 Juli 2016.

Simposium yang mengambil tema ‘Post-Reformasi Indonesia: The challenges of social inequalities and inclusion' berlangsung pada 26-28 Juli 2016.

Acara ilmiah ini menyajikan 172 makalah dari pembicara yang berasal dari 15 negara. Mereka adalah para peneliti sosial budaya yang menyajikan hasil penelitian dan analisisnya atas kondisi 18 tahun pasca reformasi.

Menurut Hilmar Farid, antropologi sebagai bagian dari ilmu yang mendalami persoalan budaya menjadi strategis peranannya. Kita terlalu lama menganggap budaya sebagai ekspresi kesenian belaka. Padahal, bermainnya kekuasaan dan praktek politik, misalnya, amat dipengaruhi oleh budaya.

Pada sisi lain, ujar Hilmar, pandangan mengenai budaya juga harus berubah dari sekedar produk suatu komunitas pada suatu masa, menjadi sebuah proses transformasi.

Dalam pengamatan Hilmar, dengan mengedepankan konsep transformasi, kita dapat menjangkau aspek-aspek yang selama ini luput dari pengamatan masyarakat awam.

Hilmar mencontohkan Direktorat Jenderal Kebudayaan yang kini ikut mengurusi soal yang terkait masyarakat adat. Selama ini, berbagai masalah membelit masyarakat adat, yakni konflik dengan investor terkait sumberdaya alam.

Melalui program di Direktorat Jenderal Kebudayaan, kata Hilmar, sekarang isu tersebut didekati dan dipahami sebagai bagian dari transformasi masyarakat menuju kepada arah yang lebih baik.

Sejumlah pembicara kunci dalam simposium ini menekankan sumbangan ilmu antropologi. Profesor James Fox, ahli antropologi senior dari Australian National University, mengungkapkan peran yang dapat diambil antropologi dalam menjelaskan berbagai masalah.

Minat antropologi pada hal-hal kecil yang terlihat biasa dan sepele, kata Fox, justru bisa mengungkap hal-hal besar yang lebih kasat mata.

Guru besar yang sudah pensiun ini memberikan contoh bagaimana dia terlibat dalam berbagai riset besar tetapi dengan satuan pengamatan yang kecil.

Bukunya yang terkenal, mengenai panen lontar di Pulau Rote, NTT adalah hasil studi etnografinya di tahun 1960-an. Sampai saat ini, studi tersebut membantu pemahaman mengenai masalah ekologi, politik dan ekonomi suatu komunitas.

"Antropologi memang merupakan ilmu dengan kasus-kasus tertentu untuk mengungkapkan fenomena besar," kata penulis buku berjudul “Harvest of the Palm” yang menceritakan ekologi dan tradisi panen lontar di Rote.

Contoh lain adalah ketika Fox mulai mengamati meledaknya hama wereng coklat di tahun 1990-an. Menurutnya, pada tahun 1970-an, terjadi perubahan pola penggunaan pestisida.

Indonesia sebelumnya dikenal sebagai negara dengan konsumsi pestisida yang paling rendah di dunia. Namun, untuk mengamankan program swasembada pangan, pemerintahan Orde Baru memperkenalkan cara bertani modern yang antara lain menggunakan pestisida.

Perlahan tapi pasti, para pengusaha mendapatkan pasar pestisida yang potensial di Indonesia. Praktek penggunaan pestisida yang masif menyebakan kebiasaan bertani berubah.

Pestisida menjadi bagian dari budaya bertani di Indonesia. Di sisi lain, penggunaan pestisida ini menyebabkan keseimbangan ekologi terganggu, dan menyebabkan populasi wereng coklat meningkat.

Pembicara lain pada simposium ini adalah Profesor Yunita Winarto. Murid James Fox ini melanjutkan studi mengenai pertanian di pantai utara Jawa.

Selama 25 tahun riset, Guru Besar UI ini membawa antropologi tidak hanya penting untuk mengungkap tradisi dan kebiasaan di tingkat lokal semata.

"Dalam mengatasi masalah kerentanan pangan, terkait dengan produktivitas pertanian, ilmu juga harus berorientasi pada perubahan policy," kata Yunita.

Selama sepuluh tahun terakhir ini, Yunita dan Departemen Antropologi UI mendampingi petani di Indramayu yang tergabung dalam Klub Pengukur Curah Hujan. Model serupa dikembangkan di Kabupaten Lombok Timur, NTB.

"Pengelolaan dampak negatif perubahan iklim memang harus lintas disiplin ilmu," kata Yunita. Mereka mengembakan kolaborasi ilmuwan-petani dan mencoba menjangkau proses pengambilan keputusan.

UNTUNG WIDYANTO

Berita terkait

Alasan PKS Usung Kader Internal di Pilkada 2024 Kota Depok

9 hari lalu

Alasan PKS Usung Kader Internal di Pilkada 2024 Kota Depok

Imam Budi Hartono akan melanjutkan RPJMD Kota Depok 2021-2026 jika terpilih pada Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Golkar Jajaki Koalisi dengan PKS Hadapi Pilkada Depok 2024

22 hari lalu

Golkar Jajaki Koalisi dengan PKS Hadapi Pilkada Depok 2024

Ketua DPD Golkar Kota Depok Farabi A. Arafiq telah bertemu dengan Ketua DPD PKS Kota Depok Imam Budi Hartono untuk menjajaki koalisi di Pilkada Depok.

Baca Selengkapnya

Geger Rekapitulasi Suara di Kota Depok: Dugaan Intimidasi hingga Viral Surat PPK Mundur

57 hari lalu

Geger Rekapitulasi Suara di Kota Depok: Dugaan Intimidasi hingga Viral Surat PPK Mundur

Proses rekapitulasi penghitungan suara di Kota Depok diwarnai dugaan intimidasi. Proses rekapitulasi sempat terhenti.

Baca Selengkapnya

Politikus PDIP Sebut Relokasi Paksa Siswa SDN Pondok Cina 1 Bukti Keangkuhan Penguasa Depok

11 Januari 2024

Politikus PDIP Sebut Relokasi Paksa Siswa SDN Pondok Cina 1 Bukti Keangkuhan Penguasa Depok

Wakil Ketua DPRD Kota Depok dari Fraksi PDIP, Hendrik Tangke Allo, menilai relokasi paksa siswa SDN Pondok Cina 1 bukti keangkuhan penguasa Depok.

Baca Selengkapnya

Wali Kota Gratiskan Depok Open Space Dipakai untuk Pertunjukan

25 Desember 2023

Wali Kota Gratiskan Depok Open Space Dipakai untuk Pertunjukan

Warga Kota Depok dipersilakan memanfaatkan Depok Open Space jika ingin membuat pertunjukan di sana tanpa dipungut biaya

Baca Selengkapnya

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

26 November 2023

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.

Baca Selengkapnya

PMT Lokal Rp 18 Ribu hanya Dapat 2 Otak-otak, Kota Depok: Bukan Otak-otak Pinggir Jalan

17 November 2023

PMT Lokal Rp 18 Ribu hanya Dapat 2 Otak-otak, Kota Depok: Bukan Otak-otak Pinggir Jalan

Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk lebih menekan angka stunting di Kota Depok ramai diperbincangkan

Baca Selengkapnya

Hendak Study Tour, Bus Rombongan SMPN 3 Depok Kecelakaan di Cipali

5 Oktober 2023

Hendak Study Tour, Bus Rombongan SMPN 3 Depok Kecelakaan di Cipali

Bus yang ditumpangi siswa SMP Negeri 3 Depok dikabarkan mengalami kecelakaan di Tol Cipali

Baca Selengkapnya

Wali Kota Sebut Pemkot Depok Gelar Salat Istisqa Minimalis, Begini Penjelasannya

4 Oktober 2023

Wali Kota Sebut Pemkot Depok Gelar Salat Istisqa Minimalis, Begini Penjelasannya

Pemerintah Kota Depok menggelar salat minta hujan atau Salat Istisqa di Lapangan Balai Kota Depok, Rabu, 4 Oktober 2023.

Baca Selengkapnya

PKS Prioritaskan Usung Kader Internal untuk Cawalkot Depok

27 Agustus 2023

PKS Prioritaskan Usung Kader Internal untuk Cawalkot Depok

Ahmad Syaikhu mengatakan PKS telah membuat petunjuk pelaksanaan soal pemilihan kepala daerah 2024.

Baca Selengkapnya