Tak Cuma Vaksin, Dokter Ini Sebut Obat dan Dokter Juga Palsu

Reporter

Editor

Pruwanto

Minggu, 24 Juli 2016 15:50 WIB

Diskusi publik "Darurat Farmasi: Melawan Pemalsuan Vaksin dan Obat" di Restoran Piring Jahit, Plaza Festival, Jakarta Selatan, Minggu, 24 Juli 2016. Tempo/Rezki A.

TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok dokter yang menamakan diri Gerakan Moral Dokter Indonesia Bersatu menganggap vaksin palsu yang menjadi sorotan belakangan ini merupakan fenomena gunung es. Menurut Agung Sapta Adi, salah satu dokter yang tergabung dalam Gerakan Moral, vaksin palsu hanya bagian kecil dari pemalsuan yang tampak.

"Obat palsu pasti jumlahnya lebih besar daripada vaksin palsu," ucapnya dalam Diskusi Publik “Darurat Farmasi: Melawan Pemalsuan Vaksin dan Obat” di Restoran Piring Jahit, Plaza Festival, Jakarta Selatan, Ahad, 24 Juli 2016.

Agung menjelaskan, produksi dan distribusi vaksin palsu yang berjalan sekitar 13 tahun ini menggambarkan buruknya sistem kesehatan nasional. Sistem kesehatan nasional ini, ujar dia, adalah bagian dari ketahanan nasional. Ia menuturkan munculnya kasus vaksin palsu menggambarkan kegagalan negara dalam melindungi rakyat. "Begitu buruknya pengawasan obat," kata dokter spesialis anestesi ini.

Tak hanya vaksin, ucap Agung, berbagai produk obat-obatan berbahaya juga dijual bebas di toko online, seperti obat Propofol dan Trivam. Menurut dia, pemakaian obat-obatan itu harus hati-hati di kamar operasi, misalnya untuk membius pasien yang akan dioperasi.

Dalam keterangan si penjual online disebutkan obat ini membuat orang yang sulit tidur bisa langsung tidur. Menurut Agung, obat ini yang dikonsumsi Michael Jackson sebelum meninggal. Agung mengatakan, selain obat keras, banyak obat spesifik yang ditemukan di toko online. "Kalau kita tidak tahu obat itu berbahaya, mungkin saja kita konsumsi," ucapnya.

Banyaknya website yang menjual produk kesehatan menunjukkan hal itu merupakan bisnis yang menjanjikan. "Berita vaksin heboh, tapi sebenarnya banyak terjadi pemalsuan obat," ujar Agung. Ia mengungkapkan beberapa alasan pemalsuan obat. Pertama adalah adanya kebutuhan akan obat. Lalu, masyarakat memiliki pola pikir kuratif yang otomatis akan konsumtif. Berikutnya adalah distribusi yang terbuka. "Siapa pun boleh memasarkan, mulai apotek, toko obat, hingga toko online yang kami tidak tahu orangnya dan obatnya, apakah asli atau tidak."

Agung menuturkan, selain vaksin dan obat palsu, ada dokter palsu. Kata dokter, menurut dia, identik pengobatan medis. Namun ada orang-orang yang tidak punya kompetensi, kemampuan, dan legalitas tapi menggunakan obat dan melakukan tindakan medis terhadap pasien. "Dia tidak tahu sebenarnya dia masuk ranah kedokteran," ujar Agung. Pengobatan palsu misalnya pengobatan alternatif yang memakai obat-obat palsu.

REZKI ALVIONITASARI




Berita terkait

Zaskia Adya Mecca Kesal Anaknya Jadi Korban Vaksin Palsu

30 Januari 2018

Zaskia Adya Mecca Kesal Anaknya Jadi Korban Vaksin Palsu

Pemain film Zaskia Adya Mecca mengaku anak ketiganya juga menjadi korban vaksin palsu.

Baca Selengkapnya

Cek 39 Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat Versi BPOM

12 Desember 2017

Cek 39 Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat Versi BPOM

Desember 2016 hingga November 2017, BPOM menemukan 39 obat tradisional dengan bahan kimia obat. Versi BPOM, 28 dari 39 produk tidak memiliki izin edar

Baca Selengkapnya

Produsen Vaksin Palsu Divonis 4 Tahun Bui dalam Pencucian Uang

16 November 2017

Produsen Vaksin Palsu Divonis 4 Tahun Bui dalam Pencucian Uang

Pengadilan juga merampas harta senilai Rp 1,2 miliar milik kedua produsen vaksin palsu, berupa rumah, tanah, dan kendaraan bermotor.

Baca Selengkapnya

Aksi Memelas Suami-Istri Pembuat Vaksin Palsu di Depan Hakim

25 Oktober 2017

Aksi Memelas Suami-Istri Pembuat Vaksin Palsu di Depan Hakim

Jaksa meyakini aset tanah dan bangunan milik kedua terdakwa dihasilkan dari bisnis vaksin palsu.

Baca Selengkapnya

Suami-Istri Produsen Vaksin Palsu Dituntut 6 Tahun Penjara

18 Oktober 2017

Suami-Istri Produsen Vaksin Palsu Dituntut 6 Tahun Penjara

Suami-istri produsen vaksin palsu, Hidayat dan Rita, dituntut penjara enam tahun dan diminta mengembalikan aset bernilai miliaran rupiah.

Baca Selengkapnya

Kata Penggugat Setelah Sidang kasus Vaksin Palsu Ditunda 3 Pekan

18 Oktober 2017

Kata Penggugat Setelah Sidang kasus Vaksin Palsu Ditunda 3 Pekan

Penggugat kecewa sidang perdana kasus vaksin palsu ditunda tiga pekan lamanya.

Baca Selengkapnya

Sidang Vaksin Palsu dengan Sederet Tergugat Digelar Hari Ini

18 Oktober 2017

Sidang Vaksin Palsu dengan Sederet Tergugat Digelar Hari Ini

Setahun berlalu, sidang perdana kasus vaksin palsu dengan sederet tergugat digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Jakarta, hari ini.

Baca Selengkapnya

Sidang TPPU, Pasutri Terpidana Vaksin Palsu Dicecar Soal Rumah  

21 Agustus 2017

Sidang TPPU, Pasutri Terpidana Vaksin Palsu Dicecar Soal Rumah  

Suami-istri terpidana kasus vaksin palsu, Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina, menjalani sidang kasus dugaan TPPU.

Baca Selengkapnya

Cara Baru Pembiayaan Vaksinasi

25 April 2017

Cara Baru Pembiayaan Vaksinasi

Pada Juli 2016, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa vaksin pertama untuk mencegah demam berdarah tersedia untuk masyarakat di seluruh dunia yang berusia 9 sampai 60 tahun. Ini berita baik bagi Indonesia, tempat demam berdarah mempengaruhi lebih dari 120 ribu orang dengan beban biaya US$ 323 juta (sekitar Rp 4,3 triliun) setiap tahun.

Baca Selengkapnya

Penghuni Rumah Pembuat Salep Palsu Tak Kenal Tetangga  

7 April 2017

Penghuni Rumah Pembuat Salep Palsu Tak Kenal Tetangga  

Tetangga di sekitar rumah itu kerap mencium aroma pewangi pel lantai.

Baca Selengkapnya