TEMPO Interaktif, Yogyakarta:Pemerintah sebaiknya memperhitungkan dampak pemberian dana tunai kepada korban gempa di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Menurut Rizal Panggabean, peneliti senior Pusat Studi Keamanan dan Perdamanan Universitas Gadjah Mada, kebijakan sejenis pernah dilakukan terhadap korban tsunami di Aceh yang dikenal dengan istilah cash for work. Artinya, penduduk diberi uang tunai tapi harus bekerja membersihkan sampah yang memang menimbulkan masalah saat itu atau mengangkut jenazah. "Akibatnya setelah tiga bulan, penduduk kehilangan semangat gotong royong," ujar Rizal. Ini dampak dari kebiasaan penduduk dibayar dalam kegiatan rekonstruksi wilayah bencana.Rizal menduga, praktek cash for work cepat atau lambat akan dipraktekkan juga di lokasi gempa di Yogyakarta. Menurutnya, ini memang dilema. Di satu sisi korban gempa secara riil butuh uang tunai untuk memenuhi kebutuhan mereka, dari kebutuhan sandang hingga kebutuhan dapur. Padahal penduduk tidak bisa menghasilkan uang sendiri. Di sisi lain muncul dampak negatif pemberian dana tunai.Mulai Selasa ini pemerintah menyalurkan dana tunai kepada tiga desa di Kecamatan Bantul dan di Klaten, Jawa Tengah. Setiap kepala keluarga menerima bantuan untuk memenuhi kebutuhan per bulan minimal Rp 280 ribu hingga Rp 1,050 juta. Selain itu, setiap orang menerima beras 10 kilogram per bulan.Rizal juga mengkritik liputan penyaluran bantuan yang berbau sensasi dengan menampilkan penduduk sedang berebut bantuan yang dijatuhkan dari udara. Padahal, katanya, penyaluran bantuan tak harus menimbulkan keramaian dan risiko yang tidak perlu. "Terlihat di televisi memang seru, tapi apa gunanya," ujar Rizal. Raihul Fadjri