Hari Buruh, Jurnalis di Bandung Mengaku Belum Sejahtera
Editor
Dewi Rina Cahyani
Minggu, 1 Mei 2016 16:08 WIB
TEMPO.CO, Purwakarta - Sekitar 50 orang jurnalis dari tiga organisasi wartawan memperingati Hari Buruh Internasional dengan berunjuk rasa di depan gerbang Gedung Sate, Bandung, Ahad, 1 Mei 2016. Aliansi Jurnalis Independen, Pewarta Foto Indonesia, dan Wartawan Foto Bandung yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bandung menuntut peningkatan kesejahteraan jurnalis.
Anggota Pewarta Foto Indonesia (PFI) Bandung Fauzan Abdul Syukur menyebutkan dalam orasinya, pertumbuhan industri media di Indonesia tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan jurnalis. Bahkan pada kurun 2015-2016, jumlah kasus pemutusan hubungan kerja cenderung meningkat.
Selain upah atau gaji, jurnalis kontrak khususnya mempertanyakan ketiadaan jaminan sosial dari perusahaan media. “Belum lagi permasalahan gaji dibawah UMK (upah minimum kota/kabupaten) dan tidak ada jaminan sosial,” katanya.
Jaminan sosial itu yakni meliputi kesehatan, kecelakaan kerja, pensiun, jaminan hari tua. Solidaritas Jurnalis Bandung mengajak jurnalis untuk memperingati May Day. Tujuannya agar kesejahteraan jurnalis dan pekerja media bisa didesak untuk diperbaiki perusahaan media, serta menghentikan segala pelanggaran ketenagakerjaan dengan dalih apa pun.
Peringatan May Day tersebut juga agar publik kritis terhadap media, dan pemerintah pusat maupun daerah aktif mengawasi dan mengaudit hubungan industrial di sektor media. Solidaritas Jurnalis Bandung juga mengajak pekerja media membentuk serikat pekerja di perusahaan tempatnya bekerja.
Selain wartawan, peringatan May Day juga digelar sejumlah organisasi buruh di depan gerbang Gedung Sate. Dijaga puluhan polisi, aksi unjuk rasa yang mulai ramai pukul sekitar 09.00 WIB tidak sampai menutup Jalan Diponegoro. Lalu lintas kendaraan berjalan normal tanpa kemacetan hingga sekitar pukul 10.00 WIB.
Di Purwakarta, peringatan hari buruh dilakukan dengan berdiskusi sambil makan. Ratusan buruh dari berbagai elemen organisasi buruh itu menghelat May Day dengan melakukan diskusi santai bareng Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, di Taman Maya Datar, Alun-alun Kiansantang, Ahad siang.
Sambil berdiskusi, mereka melahap suguhan soto ayam, surabi dan tahu sumedang yang tersaji di sekitar lokasi diskusi sambil bersila di atas karpet. Meski terkesan santai, diskusi tetap berlangsung dengan tema serius.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Muslim Indonesia (FSPMI) Purwakarta, Fuad B.M, mengatakan, pada peringatan hari buruh, mereka tetap menolak PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. Sebab, Fuad menjelaskan, isinya peraturan tersebut banyak sekali pasal yang sangat merugikan buruh. "Kami juga menuntut agar Pengadilan Hubungan Industri yang berkedudukan di Bandung dibubarkan. Sebab setiap bersengketa buruh selalu kalah bahkan persentasinya nol persen," katanya.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, mengatakan bahwa kondisi buruh di sektor formal di daerahnya sudah lebih baik ketimbang sebelumnya. Yang perlu lebih diperhatikan adalah nasib para buruh informal yang keberadaannya nyaris belum teradvokasi. "Saya merasa sedih adanya ketimpangan upah yang jomplang, antara buruh formal dengan buruh informal sperti pembantu rumah tangga, industri non formal, buruh serabutan, mereka harus terus diadvokasi," kata Dedi.
ANWAR SISWADI | NANANG SUTISNA