Hutan yang telah dirusak oleh para perambah di Lahat, Sumatera Selatan, 25 Februari 2015. ANTARA/Iggoy el Fitra
TEMPO.CO, Jakarta - Hampir dua tahun pemerintahan Joko Widodo berkuasa, tapi upaya perbaikan tata kelola hutan masih belum berjalan cepat. Perubahan yang terjadi di sektor ini juga belum berdampak secara signifikan.
Itu merupakan temuan yang terdapat dalam buku Kajian Tata Kelola Hutan 2015 yang ditulis Hariadi Kartodiharjo dan Abdul Wahib Situmorang. Pada Selasa, 26 April 2016, buku itu diluncurkan di kantor UNDP, Jakarta Pusat.
Hariadi menjelaskan, pemerintahan di kabupaten dan provinsi memiliki tata kelola yang lebih rendah ketimbang pemerintah pusat. Hasil kajian ini sejalan dengan data perkembangan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-PSDA) yang dikoordinasikan KPK.
Secara agregat, sebanyak 49 persen responden menyatakan kondisi tata kelola hutan pada tahun 2015 telah mengalami kemajuan. Sedangkan 30 persen responden mengatakan pengelolaan masih stagnan, dan sisanya justru menilai tata kelola mengalami kemunduran.
Para responden memberi nilai 2,9 dari skala 1 (maju) sampai dengan 10 (sangat maju) terhadap nilai kemajuan perbaikan tata kelola hutan di tahun 2015. Adapun responden memberi nilai 5 dari skala 1 (mundur) sampai dengan 10 (sangat mundur) untuk penilaian stagnan dan kemunduran.
Hariadi mengatakan hasil pengolahan data perkembangan status implementasi GN-PSDA menunjukkan rata-rata provinsi yang menjadi target pelaksanaan rencana aksi GN-PSDA per pulau diberikan nilai negatif, yaitu -0,5. "Dengan kata lain, semua provinsi belum melaksanakan rencana aksi perbaikan tata kelola hutan," katanya.
Menurut Hariadi, tidak ada satu pun yang mendapat nilai melebihi 0. Nilai di atas 0 merupakan indikator bahwa provinsi memiliki target melaksanakan semua rencana aksi yang disetujui oleh provinsi prioritas.
Hasil penilaian tingkat kepatuhan setiap provinsi prioritas GN-PSDA menunjukkan tren yang sama dengan hasil pandangan responden terhadap kondisi tata kelola hutan 2015.
"Masing-masing menunjukkan upaya perbaikan tata kelola hutan masih belum berjalan cepat, dan perubahan yang terjadi belum berdampak secara signifikan," katanya.
Hasil pengolahan data menunjukkan implementasi rencana aksi penyelesaian konflik tenurial paling rendah tingkat implementasinya.
Penyelesaian pengukuhan kawasan hutan, perluasan kelola wilayah masyarakat, dan pengendalian sistem antikorupsi merupakan implementasi lainnya yang masih rendah. Hariadi mengatakan perbaikan justru terjadi dalam penataan perizinan.
United Nations Development Programs (UNDP) Indonesia membuat kajian mengenai tata kelola hutan di Indonesia pada 2015. Hasilnya menunjukkan pengelolaan hutan belum mengalami kemajuan signifikan dari tahun sebelumnya.
Hariadi mengatakan kajian dibuat untuk melihat realisasi di lapangan berdasarkan pandangan publik. "Keduanya sering kali berbeda dengan rencana ataupun kinerja pemerintah berdasarkan output setiap unit kerja," katanya.
Tingkatkan Daya Saing Perikanan Nasional melalui Sinkronisasi Fungsional
13 Agustus 2021
Tingkatkan Daya Saing Perikanan Nasional melalui Sinkronisasi Fungsional
Pembangunan berbasis Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP-based economy) jika dapat berjalan baik bisa mengoptimalisasi manfaat dan pemerataan ekonomi dari perikanan dan kelautan.
UNDP Koordinasi dan Kerjasama Multipihak Kunci Pembangunan Perikanan dan Kelautan Indonesia
15 Juli 2021
UNDP Koordinasi dan Kerjasama Multipihak Kunci Pembangunan Perikanan dan Kelautan Indonesia
UNDP berpandangan harmonisasi peran pemerintah pusat dan daerah serta stakeholder perikanan lainnya menjadi kunci dalam mengoptimalkan potensi kelautan dan perikanan Indonesia
Webinar UNDP Kembali Bahas Wilayah Pengelolaan Perikanan
6 Mei 2021
Webinar UNDP Kembali Bahas Wilayah Pengelolaan Perikanan
UNDP Indonesia dan Bappenas akan menggelar webinar online dengan tema Sinkronisasi Struktural dan Fungsional Dalam Mewujudkan Tata Kelola WPP Multisektor Kelautan dan Perikanan