TEMPO.CO, Jakarta - Prof Gerry van Klinken, peneliti senior dari Netherlands Institute for Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV) Leiden, mengatakan populasi kelas menengah Indonesia meningkat pesat dan pengaruh mereka pun bertambah besar.
“Mereka senang dengan politik dan memiliki kecenderungan beragama yang konservatif,” ujar Gerry pada diskusi “Konservatisme dan Pengalaman Beragama Kelas Menengah Indonesia” di Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) dalam rangka milad ke-52 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di Jakarta, Selasa lalu.
Diskusi yang dipandu Direktur Eksekutif CDCC Alpha Amirrachman Ph D ini juga menghadirkan Dr Sudarnoto Abdul Hakim dari PP Muhamadiyah dan Jajang Jahroni Ph D dari PB Nahdlatul Ulama.
Gerry menambahkan, bahwa kelas menengah ini tidak menempati kota-kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya. Namun menempati kota-kota “menengah” di tingkat provinsi, seperti Kupang dan Pekalongan, serta cenderung mendekatkan diri dengan kalangan birokrat.
Berbeda dengan kelas menengah di Amerika dan Inggris, kelas menengah Indonesia lebih mencintai negara, menolak pasar besar, mengutamakan putra daerah, dan menguasai daerahnya melalui jalur informal.
Menurut Gerry, umumnya kelas menengah ke atas puas dengan penghasilannya, berbeda dengan kelas menengah ke bawah yang menunjukkan korelasi pendidikan dengan pekerjaan dan penghasilan dalam mempengaruhi pilihan politik.
Gerry juga menengarai ternyata masyarakat kelas menengah atas tidak terlalu memaksakan hukum agama, tapi kelas menengah ke bawah ternyata lebih mendukung syariat, karena itu perda syariat populer di kota-kota menengah. "Walau hal ini tidak berhubungan dengan terorisme, tapi berkorelasi dengan konservatif atau progresifnya sebuah masyarakat," ujar Gerry.
Sudarnoto Abdul Hakim dari PP Muhammadiyah mengatakan bahwa terbentuknya kelas menengah merupakan keberhasilan dari pendidikan. “Dalam suatu perubahan sosial, di mana masyarakat memegang peranan, maka kelas menengah lah yang paling berperan,” ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa arus konservatif berkembang juga karena kondisi sosial-ekonomi. Menurut dia, kelompok progresif dan liberal-lah yang mencetuskan sekularisme.
Jajang Jahroni dari PB Nahdlatul Ulama menengarai bahwa dukungan pada syariat Islam memang besar di Indonesia. Namun ketika diperinci pertanyaannya, seperti soal hukum rajam, justru persentase pendukung menurun. Dengan demikian, syariat dalam konsep ideal bergantung pada penafsiran masing-masing.
“Masyarakat sekarang semakin menginginkan clean governance, perbaikan infrastruktur. Semakin lama masyarakat lebih berpikir subtantif, bukan lagi berbicara simbol-simbol agama,” kata Jajang.
Jajang mengatakan walaupun dukungan pada syariat menurun, tapi dimensi konservatisme tercermin dengan kuat pada perilaku keagamaan kita sekarang dalam bentuk kesalehan individual. Dia memberikan contoh seorang muslim yang sukses semakin sering melakukan ibadah umroh dan senang memamerkannya melalui media sosial.
“Masyarakat semakin senang melakukan kesalehan-kesalehan individual,” ujarnya, sambil menambahkan bahwa saat yang sama poligami merebak di kalangan kelas menengah muslim. Menurut dia, kelas menengah di Indonesia memiliki kecenderungan saleh, konsumtif, dan narsis.
ERWIN Z.
Berita terkait
BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan
46 hari lalu
BRIN sebut tiga alasan mengapa daur ulang baterai litium sangat penting. Satu di antaranya alasan ramah lingkungan.
Baca SelengkapnyaDua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?
26 September 2023
Universitas Gadjah Mada atau UGM masuk dalam jajaran top 50 dunia pada THE Impact Rankings 2023.
Baca SelengkapnyaRektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang
20 Juli 2023
Pemimpin Stanford University, salah satu kampus yang paling bergengsi di AS, mundur setelah ditemukan kekurangan dalam penelitiannya tentang saraf.
Baca Selengkapnya2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi
14 Juli 2023
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai inovasi.
Baca SelengkapnyaBagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad
14 April 2023
Tiga peneliti Unpad membagikan pengalamannya terkait pengalaman publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia
6 April 2023
Ilmuwan ITB Djoko T. Iskandar meneliti kepunahan reptil dan kaitannya dengan usaha konservasi tetrapoda.
Baca SelengkapnyaRancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah
26 Maret 2023
Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) merancang alat deteksi lima jenis malaria.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat
22 Maret 2023
Dosen teknik geologi ITB meneliti keruntuhan tubuh Gunung Anak Krakatau sebagai tolok ukur pemodelan tsunami akurat.
Baca SelengkapnyaPsikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik
17 Januari 2023
Psikolog UI Anna Armeini Rangkuti mengidentifikasi ada empat motif utama silence mahasiswa terhadap kesaksian adanya kecurangan akdemik.
Baca SelengkapnyaTips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu
13 September 2022
Simak tips menulis esai ilmiah yang baik dari Universitas Airlangga.
Baca Selengkapnya