Suasana kepulauan Mentawai Sumatra Barat saat pemantauan lewat udara di pusat gempa yang terjadi di Kepulauan Mentawai dengan menggunakan pesawat pengintai Boeing 737, Mentawai, Sumatra Barat, 3 Maret 2016. Operasi ini untuk mengetahui kondisi terkini wilayah terdampak gempa yang terjadi pada Rabu (02/02). TEMPO/M iqbal Ichsan
TEMPO.CO, Bandung - Pengamat dan peneliti gempa bumi di Bandung menyebutkan gempa dari barat daya Mentawai atau gempa Samudra Hindia sejauh 600 kilometer lebih menghasilkan tsunami kecil atau minor. Ketinggiannya berkisar 5-10 sentimeter di daratan sekitar sumber gempa.
“Tsunami minor seperti itu sulit dibedakan dengan pasang surut air laut biasa,” kata peneliti gempa dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, Kamis, 3 Maret 2016.
Pada Rabu malam pukul 19.49 WIB, gempa berskala magnitudo 7,8 mengguncang Kepulauan Mentawai. Titik gempa berjarak 682 kilometer di sebelah barat daya Kepulauan Mentawai dan Sumatera Barat dengan kedalaman 10 kilometer.
Menurut Irwan, kedalaman seperti itu masih tergolong dangkal, dan potensi tsunaminya kecil. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika sesaat setelah gempa mengeluarkan peringatan dini adanya bahaya tsunami.
Peneliti gempa bumi Eko Yulianto mengatakan pemerintah perlu memperbaiki sistem peringatan gempa di wilayah barat Sumatera. Merujuk pada kejadian gempa berjarak 682 kilometer dari Mentawai, Rabu, 2 Maret 2016, pemerintah mengeluarkan peringatan dini bahaya tsunami. “Ternyata dampak tsunaminya kecil, tapi kepanikan masyarakat besar,” katanya, Kamis, 3 Maret 2016.
Menurut Eko, selain di wilayah daratan barat Sumatera, tsunami kecil diketahui sampai di Pulau Cocos atau Pulau Keeling yang berada di tengah Samudra Hindia dan masuk wilayah Australia. “Di Cocos dan Padang informasinya sekitar 5 sentimeter,” ujarnya. Sumber gempa barat daya Mentawai itu berada di kerak samudra lempeng Indo-Australia.
Kerak lempeng itu terbelah-belah dan bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga menghasilkan gempa sesar geser. Gempa sejenis di wilayah tersebut pernah terjadi pada 11 April 2012 dan tanpa tsunami besar. Baik Irwan maupun Eko menyebutkan deteksi tsunami cepat bisa diperoleh dari buoy yang kini banyak dalam kondisi rusak.