TEMPO.CO, Jakarta - Institute Otonomi Daerah menganggap tepat moratorium pemekaran daerah otonomi baru (DOB) oleh pemerintah. Selain sesuai dengan undang-undang, langkah itu pas dengan kondisi keuangan negara sekarang.
"DOB harus mengikuti undang-undang yang baru," kata Presiden Institute Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan setelah bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa, 1 Maret 2016.
Keinginan untuk tetap memekarkan daerah otonom baru datang dari Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka menuntut pemerintah melanjutkan pembahasan 88 daerah otonom baru. Djohermansyah berujar, tuntutan DPR itu masih menggunakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 20014 tentang Pemerintah Daerah. Padahal saat ini sudah ada undang-undang baru, yaitu UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
"UU Nomor 23 Tahun 2014 sangat ketat dalam pemekaran-pemekaran daerah," ucap Djohermansyah. Dia menuturkan 223 daerah hasil pemekaran yang telah terbentuk bisa ditinjau lagi keberadaannya. Ini dilakukan jika kinerja daerah hasil pemekaran tidak bagus, juga masyarakat tak terlalu merasakan manfaat pemekaran daerah.
Selain soal undang-undang, Djohermansyah mengatakan pemekaran daerah otonom baru juga harus melihat kemampuan keuangan negara. "Istilahnya, kalau ekonomi lagi sulit, masa perusahaan buka cabang di mana-mana," ucapnya.
Jusuf Kalla berujar, pemerintah tetap pada keputusan untuk moratorium daerah otonom baru. Sikap ini diambil meskipun ada desakan dari fraksi-fraksi di DPR untuk mencabut moratorium. "Kalau pemerintah tidak setuju, tentu dengan alasan-alasan yang jelas kami sampaikan bahwa keadaan keuangan negara tidak sebaik sebelumnya," kata Kalla di kantornya, Jumat pekan lalu.
J. Kristiadi, salah satu pendiri Institute Otonomi Daerah, menyatakan DPR perlu diingatkan soal hasrat mereka yang menginginkan tetap memekarkan daerah otonom baru. "Sebab, terus terang, meskipun sulit untuk bilang gagal, banyak kinerja daerah pemekaran yang performance-nya sangat minim sekali, yang tidak ada hubungan antara pemekaran dan kesejahteraan rakyat," tutur Kristiadi.
AMIRULLAH