Lindungi Kawasan Bandung Utara, Aturan Ini Bakal Diterapkan
Editor
Dewi Rina Cahyani
Senin, 29 Februari 2016 19:58 WIB
TEMPO.CO, Bandung - Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Jawa Barat Abdul Hadi Wijaya mengatakan, Pansus sepakat dengan pemerintah provinsi untuk melarang splitzing atau pemisahan sertifikat tanah pada revisi Peraturan Daerah tentang pengendalian Kawasan Bandung Utara (KBU). “Kami melarang splitzing, pemecahan sertifikat di semua zona,” kata dia di Bandung, Senin, 29 Februari 2016.
Abdul, politikus PKS itu mengatakan bahwa larangan pemecahan sertifikat itu sengaja dibuat untuk mengantisipasi kemungkinan pengembang menyalahgunakannya di KBU. Dia beralasan, revisi Perda KBU itu mencatumkan pemberian dispensasi bagi pemilih tanah dengan luas lahan di bawah 90 meter persegi agar tidak perlu mengikuti aturan zonasi KBU.
Menurut Abdul, dispensasi itu diberikan agar warga yang hanya memiliki tanah dengan ukuran relatif kecil masih bisa mendirikan tempat tinggal di tanahnya. Dalam kesepakatan revisi Perda KBU itu, semua pemilik lahan dengan ukuran kurang dari 90 meter persegi dibolehkan membangun rumah dengan ukuran dipukul rata tipe 36 mengikuti Undang-Undang Perumahan.
Abdul mengatakan, revisi Perda KBU itu masih mempertahankan pengendalian tata ruang dengan membatasi luas bangunan yang diizinkan berdiri di tanah yang masuk areal KBU. “Kalau punya tanah kecil, enggak bisa bangun rumah di sana maka kami melanggar aturan,” kata dia.
Khawatir aturan dispensasi itu dimanfaatkan pengembang perumahan untuk menelikung aturan pembatasan luas bangunan di KBU maka larangan splitzing itu dimasukkan. “Itu cara mencegahnya, di setiap zona,” kata Abdul.
Dia menuturkan, seluruh pasal revisi sudah disepakati dengan pemerintah provinsi. Dia mengklaim, pasal dalam revisi lebih baik dari Perda KBU karena seluruh pasal abu-abu sudah dihapus.
Abdul mencontohkan, dalam kesepakatan revisi Perda KBU misalnya, tegas disebutkan tanpa rekomendasi gubernur, pemerintah kabupaten/kota dilarang menerbitkan izin bangunan di kawasan itu sebagai kawasan strategis provinsi. “Dengan demikian izin tidak mungkin terbit,” kata Abdul. Sejumlah sanksi juga dicantumkan bagi pelanggar KBU itu, termasuk sanksi bagi pemerintah kabupaten/kota yang melanggar ketentuan penerbitan izin.
Kepala Bidang Tata Ruang, Dinas Permukiman dan Perumahan Jawa Barat, Bobby Subroto, membenarkan akan adanya kesepakatan itu dalam rapat terakhir Pansus membahas revisi Perda KBU. Bagi pemilik lahan berukuran kecil dan dipaksa mengikuti ketentuan luasan lahan bangunan yang boleh dibangun mengikuti batasan Kaofisien Dasar Bangunan, bakal tidak bisa membangun. Dia mencontohkan, ada zonasi dengan ketentuan boleh membangun hanya 20 persen dari luas lahan itu. “Makin kecili makin susah,” kata dia.
Menurut Bobby, kesepakatan final revisi Perda KBU dengan Pansus memperluas pembagian zonasi KBU. Asalanya hanya dua zonasi, kini diperluas menjadi tujuh zonasi.
Tujuh itu terdiri dari dua zonasi di kawasan lindung untuk daerah KBU dengan ketinggian di atas 1.000 DPL (Di atas Permukaan Laut), dan lima zonasi di kawasan budi daya di bawah ketinggian 1.000 DPL hingga 750 DPL. “Kawasan budi daya satu sampai lima itu Kaofisien Dasar Bangunannya (KDB) bergantung daerah resapannya, dari mulai 40 persen sampai 20 persen (yang boleh dibangun),” kata dia.
Menurut Bobby, adanya dispensasi bagi warga pemilik lahan kurang dari 90 meter persegi di KBU ditujukan untuk penduduk setempat. "Mereka dimungkinkan masih bisa membangun rumah. Akhirnya disesuaikan untuk lahan kecil itu boleh tidak mengikuti ketentuan KDB, minimal rumah layak huni ukuran 36,” ujar dia.
AHMAD FIKRI