Pakar Hukum Anggap Revisi UU KPK Tak Transparan

Reporter

Senin, 15 Februari 2016 15:18 WIB

Sejumlah mahasiswa melakukan aksi memperingati hari anti korupsi di Jakarta, 6 Desember 2015. Dalam aksinya mereka meminta pemerintah untuk menolak revisi UU KPK karena dinilai akan melemahkan lembaga anti korupsi itu. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Hukum Pidana, Yenti Garnasih menilai kajian akademis draf revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak sesuai dengan kajian hukum yang berlaku di Indonesia. "Harusnya draf akademis dibuka untuk publik kan," tutur Yenti saat ditemui di kantor Kompolnas, Senin, 15 Februari 2016.


BACA: Empat Poin Revisi UU KPK Ini Dianggap Khianati Reformasi

Menurut Yenti, harusnya draf akademis revisi undang-undang KPK memiliki legal drafting. Kemudian DPR mengumumkan ke publik, terkait penyebab revisi undang-undang tersebut. Apalagi jika DPR merevisi undang-undang tersebut bertujuan untuk penguatan terhadap lembaga antirasuah.

"Apalagi DPR ini kan mengatasnamakan rakyat, tapi ternyata tidak menampung aspirasi rakyat," kata perempuan yang juga menjabat sebagai Sekretaris Panitia Seleksi Kompolnas 2016 tersebut. Justru dengan cara seperti ini, DPR terkesan berniat melemahkan KPK. Ada kepentingan politik tertentu dalam revisi tersebut.


BACA:Koalisi Masyarakat Sipil Aceh Tolak Revisi UU KPK


Dia mempermasalahkan empat poin revisi undang-undang yang tekesan tak berlandaskan hukum yang berlaku. Di antaranya terkait pembentukan dewan pengawas oleh presiden, izin penyadapan perkara oleh dewan pengawas, penunjukan penyidik oleh dewan pengawas, dan pemberlakuan kewenangan Surat Perintah Penghentian Penyidikan. Keempat poin tersebut tak memiliki pengkajian hukum secara transparan.

Harusnya DPR lebih memprioritaskan untuk menuntaskan revisi undang-undang Kitab Hukum Undang-undang Pidana. Selain itu, yang lebih penting adalah merevisi undang-undang tindak pidana korupsi. Mengingat undang-undang tersebut belum mengakomodasi berbagai modus baru dalam tindak pidana korupsi.

Pengamat Hukum bidang Kriminologi, Adrianus Meliala juga menambahkan bahwa saat ini DPR harus konsentrasi merivisi UU KUHP. "Harusnya revisi UU KUHP dulu," kata dia. Menurutnya belum saatnya UU KPK direvisi, mengingat lembaga tersebut sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia.

AVIT HIDAYAT

Advertising
Advertising

Berita terkait

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

16 menit lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

12 jam lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

13 jam lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

19 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

22 jam lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

1 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

1 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

1 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

1 hari lalu

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

KPK menyita kantor Partai NasDem di Labuhanbatu, Sumatera Utara, dalam perkara korupsi yang menjerat Bupati Erik Atrada Ritonga.

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

1 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya