Gunung Semeru di Jawa Timur Muntahkan Lava pijar Sabtu 13 Februari 2016 pukul 06.00 WIb. Kredit David P /Tempo
TEMPO.CO, Lumajang - Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Lumajang Hendro Wahyono mengatakan pihaknya telah membagikan ribuan masker di sejumlah desa yang terdampak hujan abu vulkanis Gunung Semeru.
Hujan abu mengguyur sejumlah desa di sekitar kaki Semeru, terutama di Kecamatan Candipuro dan Pasrujambe. Abu vulkanis juga terbawa angin hingga di Kecamatan Klakah. "Beberapa dus masker dibawa Sabtu pagi ini untuk dibagikan kepada warga terdampak abu vulkanis Semeru," kata Hendro, Sabtu, 13 Februari 2016.
Kendati erupsi, Hendro menuturkan bahwa status aktivitas Gunung Semeru masih tetap di level II atau Waspada. Masyarakat di sekitar kawasan Semeru diharapkan tetap tenang. "Warga masih tenang, tetapi harus meningkatkan kewaspadaan," kata Hendro.
Badan Penanggulangan Bencana Lumajang, ucap dia, telah beberapa kali menggelar simulasi. Sejumlah desa di kaki Semeru juga sudah ditetapkan sebagai desa tangguh bencana. Mereka adalah Desa Pronojiwo, Supiturang, Sumberurip dan Oro-oro Ombo di Kecamatan Pronojiwo.
Salah seorang warga Oro-oro Ombo, Lasmono mengatakan kawah Semeru tiba-tiba memuntahkan material vulkanik pada Sabtu pagi. Kepulan asap kelabu pekat membubung mengikuti arah aliran lava pijar ini. "Semeru memuntahkan lava pijar," kata Lasmono.
Pada awal mengeluarkan lava pijar, katanya, Semeru masih tampak jelas. Namun semakin siang asap hitam menyelimuti separuh gunung, terutama di sisi selatan dan tenggara. Kendati melihat guguran lava pijar dari kawah Semeru itu, warga setempat masih tetap tenang. "Warga masih beraktivitas normal," imbuh Lasmono.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung, Edi Prasojo mengatakan terjadi awan panas guguran di Semeru. "Dilaporkan dari Pos Pengamatan Gunung Api Semeru telah terjadi awan panas guguran pukul 06.05 WIB sejauh kurang lebih 4-5 kilometer dari puncak Semeru ke arah sektor selatan dan tenggara (Besuk Kobokan dan Besuk Kembar)," kata Edi melalui pesan singkat.
Edi menduga awan panas guguran itu akibat aktivitas pertumbuhan kubah lava pada November 2015 di sekitar puncak. "Dan lidah atau kubah lava November 2015 patah atau tidak stabil pada Februari 2016," katanya.