(Ki-ka) Didi Irawadi Syamsuddin (Partai Demokrat), Pengacara Senior Maqdir Ismail, MC Ichan Loulembah, Pengamat Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, Praktisi Hukum Refly Harun dalam acara diskusi Perspektif Ada Apa Lagi KPK?, 13 Februari 2016 di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. TEMPO/ Destrianita K.
TEMPO.CO, Jakarta -Politikus Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi bukan sesuatu hal yang tabu. Namun ia menganggap perlu melihat apakah substansi perubahan itu membuat KPK menjadi lebih baik.
"Kalau menurut saya ini potensi besar untuk penyalahgunaan revisi Undang-undang KPK. Kami melihat banyak pasal-pasal yang melemahkan KPK," kata Didi dalam acara diskusi Perspektif Ada Apa Lagi KPK?, Sabtu, 13 Februari 2016 di Menteng, Jakarta Pusat. "Pertama harus kita pikirkan dulu, apakah korupsi itu masalah kecil atau besar. Kalau saya lihat ini perkara besar. Berarti negara harus kuat dengan lembaga ini."
Dalam draf revisi UU KPK, terdapat empat poin yang akan direvisi, yakni penyadapan, pembentukan Dewan Pengawas, penyelidik dan penyidik independen KPK, serta pemberian kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan. Partai Demokrat dan Partai Gerindra sejauh ini menyatakan menolak revisi.
Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan ada upaya pelemahan secara pelahan terhadap KPK. KPK satu-satunya lembaga hukum negara yang mampu menerobos kekakuan dalam menindak koruptor.
"Kan substansinya tidak ada orang yang suka diawasi, apalagi diawasi KPK, karena itu selalu ada upaya menghilangkan eksistensi KPK," kata dia.