Ini Alasan Dokter Spesialis Paru Jadi Anggota Gafatar
Editor
Maria Rita Hasugian
Kamis, 14 Januari 2016 06:56 WIB
TEMPO.CO, Surabaya –Mantan Ketua DPD Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Jawa Timur Budi Lasmono membantah organisasi kemasyarakatan tersebut mengajarkan pemahaman yang menyimpang. Menurutnya, Gafatar merupakan ormas yang bergerak di bidang sosial dan budaya, serta tak beraliansi politik maupun agama dan sebagainya. “Murni sosial dan budaya,” kata Budi saat dihubungi Tempo, Rabu, 13 Januari 2016.
Budi mengungkapkan, sejak bergabung pada Desember 2008, ia tak merasakan ada yang salah pada ajaran Gafatar. Sebaliknya, ia merasakan manfaat setelah bergabung dengan ormas yang mendeklarasikan diri pada tahun 2009 itu.
Kegiatan sosial Gafatar ke pelosok daerah membuat Budi tertarik menjadi anggotanya. Dokter spesialis paru itu mengaku menyukai gerakan sosial. Dengan begitu, ia dapat berkunjung ke daerah terpencil untuk mengobati orang-orang tak mampu. “Makanya saya senang sekali dan mau bergabung di situ. Saya bisa berzakat, berbuat baik pada manusia,” tutur dia.
Budi pun menyatakan tak mengalami perubahan semenjak aktif di Gafatar. Sehingga menurutnya, masyarakat yang menilai negatif Gafatar disebabkan ketidaktahuan mereka. “Sehingga ada yang menyudutkan.”
Perihal hilangnya sejumlah orang yang diduga berafiliasi dengan Gafatar, ia tak menampiknya. Budi menyebutkan, ada banyak alasan mengapa banyak para bekas anggota Gafatar menghilang. “Memang ada yang sifatnya karena masih mengikuti akidah-akidah yang dia dapat selama di Gafatar, tapi ada juga yang menghilang karena faktor ekonomi dan permasalahan dalam rumah tangga,” ujar dia.
Menurut Budi, Gafatar mempergunakan Al Quran sebagai petunjuk hidup manusia hidup. Hanya saja, Gafatar juga menekankan para firman Allah dalam Al Quran bahwa terdapat perintah untuk mengimani kitab-kitab terdahulu. “Ada kitab Taurat, Injil, Zabur, tapi juga tetap memegang Al Quran.”
Selain itu, para pengikut Gafatar diwajibkan melaksanakan 10 perintah Tuhan yang pernah dibawa oleh Nabi Musa. Beberapa poin di antaranya ialah dilarang berzina dan harus menghormati kedua orang tua. “Tapi kenyataannya orang-orang yang hilang itu kan nggak pamit. Itu kesalahan individual, Gafatar tidak mengajarkan.”
DPD Gafatar Jawa Timur secara resmi telah dibubarkan sejak Agustus 2015. Berdiri sejak tahun 2011, Gafatar terpaksa dibubarkan karena tak mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Dalam Negeri. Terakhir, Budi menyatakan terdapat 924 anggota Gafatar di Jawa Timur.
ARTIKA RACHMI FARMITA
Baca juga:
Polri: Racun di Kopi Mirna Lebih Kuat ketimbang Racun Munir
Empat Pemimpin Bank Ditangkap Saat Pesta Sabu