Hutan dan lahan yang dibakar di luar kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 1 November 2015. Warga banyak mengalami gangguan pernafasan akibat terkena asap kebakaran hutan di kalimantan dan Sumatera. Ulet Ifansasti/Getty Images
TEMPO.CO, Jakarta - Kontras menemukan 205 pelaku perorangan yang terlibat dalam kejahatan pembakaran hutan dan lahan. "Provinsi Kalimantan Tengah dan Riau menjadi wilayah dengan jumlah pelaku yang tinggi," ujar Ananto Setiawan dari Divisi Advokasi Hak-hak Ekonomi dan Sosial Kontras, Jumat, 8 Januari 2015.
Selain itu ada 19 pelaku yang memiliki latar belakang korporasi dengan sebaran wilayah kejahatan 14.882 hektare yang potensial dipidanakan.
Menurutnya, ada 86 kasusnya telah berada dalam tahap penyidikan awal. Namun, katanya, penegakan hukum terhadap para pembakar hutan ini masih lemah.
Ananto menjelaskan pola kejahatan yang ditemukan adalah pembiaran perusahaan terhadap lahan ataupun semak di musim kemarau yang mudah terbakar.
Kemudian perusahaan tidak melakukan pemadaman api pada saat kebakaran terjadi serta dengan sengaja menebang pohon. Kemudian bagi tersangka individu, dengan sengaja melakukan pembukaan lahan dan menebang dan membakar pohon di wilayah konsensi tanpa izin.
Selain itu membiarkan pohon akasia kering dan terbakar di musim kemarau juga termasuk kejahatan. "Namun demikian belum terlihat pola kejahatan yang solid dan dilakukan oleh korporasi dalam dugaan pembakaran hutan," ujar Ananto.
Sebelumnya Wakil Koordinasi Strategis Mobilisasi Kontras, Puri Kencana Putri menilai penegakan hukum kepada pelaku pembakaran hutan masih lemah. Menurutnya pelaku pembakaran perlu dituntut lewat proses pidana karena jika lewat proses perdata potensial kalahnya besar.
"Penegakan hukum pidana akan memperkuat peran negara dalam korpotokrasi," ujar Puri Kencana Putri kepada wartawan di Gedung Kontras Jalan Kramat II, Senen, Jakarta Pusat, Jumat, 8 Januari 2015.
Puri menambahkan menempuh jalur pidana akan mendukung akses pemulihan hak-hak asasi dan konstitusional dari 425.337 korban yang terserang ISPA menurut data Kementerian Kesehatan pada 2015.
Ananto mendesak kementerian-kementerian terkait yang berhubungan dengan masalah kebakaran hutan segera berupaya memulihkan hak-hak korban pembakaran hutan.