Bisa Jadi Kuda Troya, Ini Kelemahan Pimpinan KPK Terpilih

Reporter

Editor

Agung Sedayu

Sabtu, 19 Desember 2015 08:33 WIB

Hasil pemungutan suara Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 17 Desember 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Terpilihnya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode ini berpotensi menempatkan komisi itu menghadapi tantangan maha dahsyat empat tahun kedepan. Bukan dari eksternal, akan tetapi dari internal tubuh KPK sendiri. Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai ada upaya penghancuran KPK dalam pemilihan pimpinan KPK oleh Komisi III DPR RI. Menurut peneliti Pukat, Hifdzil Alim, laksana kisah kuda Troya, KPK akan dihancurkan dari dalam, Sabtu, 19 Desember 2015.

Lima orang terpilih sebagai pimpinan KPK adalah Agus Rahardjo, Irjen Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif. Sedangkan sebagai ketua terpilih adalah Agus. Berdasarkan catatan Pukat, lima orang pimpinan KPK terpilih itu memiliki sejumlah kelemahan dalam komitmen pemberantasan korupsi. "Beberapa calon pimpinan waktu fit and proper test terlihat berusaha menyenangkan anggota dewan dengan justru menyerang KPK," kata Hifdzil yang juga mengampu materi Ilmu Hukum di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga itu.

Tidak hanya itu, masing-masing pimpinan terpilih sejumlah catatan latar belakang buruk. Ada yang dinilai sering memutus bebas perkara korupsi yaitu Alex Marwoto. Ada yang dinilai sungkan kepada atasan yaitu Basaria, ada yang tidak taat melaporkan laporan harta kekayaan pejabat negara yaitu Agus Raharjo. Selain itu juga ada yang dinilai mempunyai catatan buruk dan titipan yaitu Saut Situmorang.

Peneliti Pukat lainnya, Zaenur Rochman menambahkan para pimpinan terpilih ini banyak yang setuju revisi undang-undang KPK. Bahkan ada yang ingin menghentikan kasus atau skandal Bank Century dan kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). "Ada yang berpendapat banyaknya pemberitaan tentang korupsi menurunkan indeks persepsi korupsi. Bahkan ada yang menuduh KPK melakukan jebakan dan pembiaran melakukan OTT (operasi tangkap tangan)," kata dia.

Alhasil, KPK tidak didesain lagi sebagai lembaga yang garang terhadap para terduga korupsi. Tetapi KPK akan lebih lembut pada koruptor. Bakal sedikit penjeraan yang dilayangkan. Namun justru pengampunan dikedepankan dari pada penghukuman.

Nasi telah jadi bubur, kata Zaenur, para pimpinan KPK sudah terpilih. Masyarakat memang harus tetap mendukung lembaga antirasuah itu. Namun, dukungannya bukan lagi sama dengan yang dulu. Tetapi dukungan saat ini mesti berupa pengawasan dan kritik terhadap pimpinan KPK. "Yang secara tegas menolak revisi undang-undang KPK dijegal," kata Zaenur.

Hifdzil menambahkan, jika ada dari lima pimpinan KPK itu pernah melanggar hukum atau tersangkut kasus supaya ditindak saja. Sama seperti komisioner terdahulu yang dijerat dengan kasus yang "ecek-ecek".

"Laporkan saja jika mereka pernah punya kasus," kata dia.

MUH SYAUFULLAH

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

22 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

1 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

2 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya