Busyro: Jangan Paksakan Revisi UU KPK  

Senin, 14 Desember 2015 17:53 WIB

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas bertatap muka dengan awak media untuk berpamitan pada hari terakhir masa jabatannya di Gedung KPK, DPR menyatakan belum dapat menemukan pengganti Busyro, 16 Desember 2014 . TEMPO/Eko Siswono Toyudho.

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menganggap revisi Undang-Undang KPK merupakan penganiayaan politik. Busyro pun turut mempertanyakan maksud dan tujuan revisi tersebut mengingat UU KPK sudah direvisi sebanyak 14 kali.

“Revisi KPK harus disikapi secara suuzon. Sebab, kalau berprasangka baik, malah nanti banyak mudaratnya,” katanya dalam acara diskusi “Quo Vadis KPK? Masa Depan Pemberantasan Korupsi” di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Senin, 14 Desember 2015.

Menurut Busyro, kondisi politik dan hukum di Indonesia saat ini tidak memungkinkan membuat dia berprasangka baik terhadap revisi UU KPK. “Ini bukan cuma penganiayaan politik, tapi juga kekerasan politik. Jangan paksakan revisi UU KPK,” ucapnya.

Busyro mengatakan KPK telah mengawasi sektor-sektor strategis sejak 2008, yakni sektor ketahanan energi, ketahanan pangan, dan pajak. Sektor-sektor tersebut merupakan pilar bagi pengembangan ekonomi Indonesia. Karena itu, ada sejumlah pihak yang risi dan ingin mengebiri kewenangan KPK.

Dia menyebutkan ada tiga kelompok utama yang merasa terganggu oleh KPK dan gencar menyuarakan revisi tersebut. Kelompok tersebut, kata dia, antara lain birokrat yang korup, pebisnis yang busuk, dan politikus yang tunamoral.

Dalam rapat pembahasan usul perubahan atas UU KPK yang diselenggarakan DPR pada awal Oktober lalu, disebutkan KPK hanya berusia 12 tahun. Pembatasan masa kerja KPK itu tertulis dalam Pasal 5 RUU KPK yang menyatakan KPK dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang itu diundangkan.

Selain itu, dalam draf revisi disebutkan KPK lebih difungsikan sebagai lembaga pencegahan korupsi, bukan penindakan korupsi. Berikutnya, draf revisi menyebutkan KPK hanya bisa menangani kasus korupsi dengan nilai kerugian minimal Rp 50 miliar.

DPR juga mengusulkan agar mengangkat empat anggota dewan eksekutif untuk bertugas sebagai pelaksana harian pimpinan KPK. Berikutnya, parlemen mengusulkan agar kewenangan penuntutan dan penyelidik KPK harus atas usul kepolisian serta kejaksaan.

Penyadapan yang dilakukan KPK juga harus seizin ketua pengadilan negeri. Usul lainnya adalah KPK hanya diberi kewenangan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Dalam undang-undang saat ini, KPK tak boleh mengeluarkan SP3.

BAGUS PRASETIYO

Berita terkait

KPK Akui Awal OTT Kasus Korupsi di BPPD Sidoarjo Tak Berjalan Mulus

1 jam lalu

KPK Akui Awal OTT Kasus Korupsi di BPPD Sidoarjo Tak Berjalan Mulus

KPK mengakui OTT kasus pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, awalnya tak sempurna.

Baca Selengkapnya

Respons KPK soal Ayah Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Disebut Makelar Kasus

4 jam lalu

Respons KPK soal Ayah Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Disebut Makelar Kasus

KPK buka suara soal kabar ayah Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, Kiai Agoes Ali Masyhuri, sebagai makelar kasus Hakim Agung Gazalba Saleh.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Tarik Dana Insentif Melalui Peraturan Bupati, Total Capai Rp 2,7 Miliar

5 jam lalu

KPK Sebut Gus Muhdlor Tarik Dana Insentif Melalui Peraturan Bupati, Total Capai Rp 2,7 Miliar

Motif korupsi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor bermula dari adanya aturan yang dibuat sebagai dasar pencairan dana insentif pajak daerah bagi pegawai BPPD.

Baca Selengkapnya

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Kasus Korupsi BPPD

6 jam lalu

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Kasus Korupsi BPPD

KPK resmi menahan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor sebagai tersangka kasus pemotongan insentif ASN BPPD

Baca Selengkapnya

Korupsi Rumah Dinas DPR RI, KPK Periksa Hiphi Hidupati

7 jam lalu

Korupsi Rumah Dinas DPR RI, KPK Periksa Hiphi Hidupati

KPK memanggil Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan Sekretariat Jenderal DPR RI Hiphi Hidupati dalam dugaan korupsi rumah dinas

Baca Selengkapnya

Dirut PT Taspen Antonius Kosasih Jalani Pemeriksaan di KPK soal Kasus Rasuah Investasi Fiktif

7 jam lalu

Dirut PT Taspen Antonius Kosasih Jalani Pemeriksaan di KPK soal Kasus Rasuah Investasi Fiktif

KPK memeriksa Direktur Utama PT Taspen Antonius N. S. Kosasih dalam kasus dugaan korupsi kegiatan investasi fiktif perusahaan pelat merah itu.

Baca Selengkapnya

Jaksa KPK Buka Peluang Hadirkan Ahmad Sahroni sebagai Saksi Persidangan SYL untuk Jelaskan Aliran Dana ke NasDem

9 jam lalu

Jaksa KPK Buka Peluang Hadirkan Ahmad Sahroni sebagai Saksi Persidangan SYL untuk Jelaskan Aliran Dana ke NasDem

KPK membuka peluang menghadirkan Bendahara Umum NasDem Ahmad Sahroni sebagai saksi dalam persidangan dengan terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Tiba di KPK, Jalani Pemeriksaan sebagai Tersangka Kasus Korupsi BPPD Sidoarjo

11 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Tiba di KPK, Jalani Pemeriksaan sebagai Tersangka Kasus Korupsi BPPD Sidoarjo

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor memenuhi panggilan pemeriksaan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Baca Selengkapnya

Bekas Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi dan TPPU Miliaran Rupiah, Ini Rinciannya

12 jam lalu

Bekas Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi dan TPPU Miliaran Rupiah, Ini Rinciannya

Jaksa KPK mengatakan eks Hakim Agung Gazalba Saleh berupaya menyembunyikan uang hasil korupsi dengan cara membeli mobil, rumah, hingga logam mulia.

Baca Selengkapnya

Pejabat Bea Cukai Eko Darmanto Segera Jalani Sidang Kasus Gratifikasi dan TPPU di Tipikor Surabaya

14 jam lalu

Pejabat Bea Cukai Eko Darmanto Segera Jalani Sidang Kasus Gratifikasi dan TPPU di Tipikor Surabaya

Jaksa KPK telah melimpahkan surat dakwaan dan berkas perkara dengan terdakwa Eko Darmanto ke Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya pada Jumat lalu.

Baca Selengkapnya