Puluhan mahasiswa menyalakan lilin membentuk simbol pita yang melambangkan perang terhadap virus HIV saat peringatan Hari AIDS Sedunia di Universitas Muhammadiyah Surabaya, 1 Desember 2015. Aksi ini sebagai bentuk untuk menghindari dan memerangi penyebaran virus HIV tanpa mendiskriminasi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Belopa - Kebijakan Bupati Luwu Andi Mudzakkar melarang kondom dijual secara bebas bisa berdampak pada tingginya jumlah penderita HIV/AIDS. Sebab, di Luwu, penderita HIV/AIDS paling banyak ditularkan melalui hubungan seks.
Ismail Ishak, Ketua Forum Pemuda Pemantau Kinerja Eksekutif dan Legislatif, mengatakan langkah pemerintah melarang menjual kondom secara bebas patut diapresiasi, sepanjang tujuannya baik. Hanya saja, kebijakan ini justru akan menghadirkan masalah baru yang lebih serius, yakni risiko penyebaran virus HIV/AIDS akan lebih cepat.
"Salah satu cara menghindari risiko tertular HIV/AIDS adalah menggunakan kondom saat berhubungan badan. Jika kemudian kondom diperketat penjualannya, apakah tidak akan berisiko meningkatnya penderita AIDS," kata Ismail Ishak, Kamis, 3 Desember.
Alasan Pemerintah Kabupaten Luwu melarang kondom dijual bebas adalah khawatir disalahgunakan, khususnya anak-anak dan remaja usia sekolah. Bupati Luwu Andi Mudzakkar, pernah menemukan kondom di taman bermain di Belopa.
"Moral anak-anak kita yang harus diperbaiki. Kondom diperketat penjualannya. Tidak ada jaminan akhlak mereka akan baik dan tidak lagi terlibat pergaulan bebas. Seharusnya perbaiki dahulu moralnya. Ajari mereka cara bergaul yang baik dan benar," ujarnya.
Andi Mudzakkar mengeluarkan aturan melarang kondom dijual bebas di minimarket, kondom hanya bisa dijual di apotek. Larangan ini dikeluarkan menyusul banyaknya temuan alat kontrasepsi untuk pria ini disalahgunakan.
"Saya tahu kebijakan saya ini menuai banyak kritik. Tapi tidak masalah. Ini demi kebaikan masyarakatku," tuturnya.
Aliansi Untuk Mengakhiri AIDS pada Anak di Indonesia Resmi Dibentuk!
2 Desember 2022
Aliansi Untuk Mengakhiri AIDS pada Anak di Indonesia Resmi Dibentuk!
Di Indonesia, hanya 25% dari anak-anak yang hidup dengan HIV menjalani pengobatan ARV yang menyelamatkan jiwa. UNAIDS Indonesia, Jaringan Indonesia Positif, Ikatan Perempuan Positif Indonesia, Lentera Anak Pelangi, dan Yayasan Pelita Ilmu menginisiasi aliansi baru untuk memperbaiki salah satu masalah yang paling mencolok dalam respon penanggulangan AIDS.