5 Daerah di Indonesia Terima Kapal Bantuan SAR
Editor
Anisa Luciana pdat
Selasa, 24 November 2015 13:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI, FH Bambang Soelistyo, mengatakan, lima daerah di Indonesia mendapatkan bantuan Kapal SAR yang dapat digunakan untuk operasi kecelakaan di laut.
"Ada lima daerah yang dapat, dan ini juga berkat bantuan dari partner kerja kami, yakni Komisi V DPR RI," kata Bambang kepada wartawan usai meresmikan KN Antareja dengan nomor lambung 233 di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa, 24 November 2015.
Ia menyebutkan lima daerah yang mendapat bantuan kapal tersebut adalah Aceh, Jakarta, Ambon, Balikpapan, dan Kupang yang pada hari ini diresmikan pemakaiannya.
Bambang menjelaskan, kapal dengan ukuran 40 meter dan terbuat dari aluminum dengan kecepatan 27 knott tersebut nantinya akan digunakan oleh Badan SAR di masing-masing daerah agar bisa memperlancar proses evakuasi korban yang mengalami kecelakaan di laut.
Ia menambahkan, diberikannya bantuan kapal operasional di lima daerah tersebut karena melihat tantangan tugas di lima daerah itu sangat besar dan luas.
"Contohnya di Kupang ini. Wilayah jangkuan SAR Kupang sendiri sangat luas sehingga dengan adanya kapal ini akan sangat membantu proses operasional," ujarnya.
Menurut Bambang, dengan kondisi alam dan geografis yang ada di NTT itulah Bambang merasa perlu untuk merespons lebih cepat permintaan dari pihak SAR Kupang untuk pengadaan Kapal SAR yang baru.
Terkait kapal lama yang sebelumnya digunakan oleh SAR Kupang, Bambang memastikan akan tetap dalam lingkup kerja SAR Kupang.
"Tetap ada di wilayah NTT, tetapi nanti akan saya geser ke pos-pos yang masih mengalami kekurangan fasilitas," ujarnya.
Sementara itu, terkait pengalihan status SAR Kupang dari Klas B menjadi Klas A, Bambang mengatakan ia akan mendukung jika SAR Kupang bisa berubah statusnya.
"Saya justru sangat mengharapkan kantor SAR Kupang menjadi Klas A dengan melihat kondisi medan yang ada di Kupang," ungkapnya.
Namun untuk bisa menjadi Klas A, Bambang mengaku mekanismenya terbilang sulit karena semua keputusan tidak hanya dari Basarnas, tetapi juga dari pihak lain, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
ANTARA