TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said enggan mengomentari tudingan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut dirinya sebagai penyebab kisruh Freeport tanpa seizin Presiden Joko Widodo. "Begini saja, komentar saya mengenai semua ini, mari kita tunggu Mahkamah Kehormatan Dewan untuk bekerja dan kita hormati proses di sana," katanya di kompleks Istana Presiden, Jumat, 20 November 2015.
Sebelumnya, Luhut mengatakan laporan Sudirman ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Senin lalu, belum mendapat restu dari Presiden Joko Widodo. Laporan itu berisi transkrip pembicaraan antara anggota DPR, seorang pengusaha, dan Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Belakangan, diketahui anggota Dewan itu ialah Ketua DPR Setya Novanto. Adapun pengusaha yang dimaksudkan adalah saudagar minyak M. Riza Chalid. Dalam transkrip itu, Setya Novanto meminta saham sebesar 20 persen dari Freeport yang akan dibagikan kepada Jokowi sebesar 11 persen dan Jusuf Kalla 9 persen.
Setya juga meminta Freeport ikut dalam rencana membangun pembangkit listrik di Urumuka, Timika, Papua. Dari proyek ini, Setya meminta bagian saham sebesar 49 persen. Nama Luhut juga disebut-sebut sebagai orang yang juga mengetahui skenario tersebut.
Luhut membantah terlibat dalam kasus perpanjangan izin Freeport yang akan berakhir pada 2021. “Saya tidak salah, saya tidak ada bisnis satu peser pun dengan siapa pun," ujarnya kemarin.
Sudirman juga enggan menjawab ketika ditanya soal ada-tidaknya restu dari Presiden untuk laporannya kepada MKD. "Jadi tidak perlu lagi memasalahkan proses tapi kemudian kita tunggu karena sudah (dilaporkan)," katanya. Dia mengingatkan agar masyarakat juga mendukung proses pengusutan pencatutan nama Presiden tersebut.
Dia memastikan tidak ada pihak yang mendorongnya untuk melaporkan masalah ini. "Ini adalah inisiatif penilaian profesional saya yang harus diselesaikan," ujarnya. "Bahwa saya berkonsultasi dengan semua pihak, tentulah, tapi tidak spesifik."