Ini Komposisi Berbahaya Kabut Asap Kebakaran Hutan

Reporter

Jumat, 30 Oktober 2015 22:59 WIB

Kabut pekat kekuningan menyelimuti Tugu Titik Nol di kota Pekanbaru, Riau, 23 Oktober 2015. Asap yang semakin pekat berwarna kekuningan menyelimuti Pekanbaru. TEMPO/Riyan Nofitra

TEMPO.CO, Bandung - Asap kebakaran hutan di berbagai daerah di Indonesia mengandung gas dan partikel berbahaya. Dampaknya mengakibatkan orang sesak nafas, bayi tewas, hingga kanker paru-paru. Perlu masker khusus untuk mencegah bahan polutan itu masuk ke dalam tubuh.

Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB Puji Lestari, meneliti polusi asap dari kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan sejak 2010 hingga sekarang. Ia membeberkan data gas dan partikel berbahaya dari asap kebakaran hutan tersebut pada diskusi dengan para guru besar ITB di Gedung Balai Pertemuan Ilmiah, Jumat sore, 30 Oktober 2015.

Asap kebakaran hutan terutama di lahan gambut, kata Puji, banyak mengandung karbon organik yang berbahaya. "Di udara komposisinya mencapai 80 persen, sisanya karbon jenis lain," ujarnya. Karbon itu seperti gas karbon dioksida (CO2), nitrous oksida (N2O), nitrogen oksida (NOx), dan karbon monoksida (CO).

Selain itu, ada unsur lain yang lebih berbahaya karena jumlahnya sangat banyak dan wujudnya sangat halus, yakni partikulan logam berat. Ukuran partikel itu dari 2,5 hingga 0,1 mikron, seperti krom (Cr), kadmium (Cd), dan nikel (Ni).

Idealnya sesuai ambang batas kelaikan udara, jumlah partikel logam karsinogenik sebanyak 65 mikrogram per meter kubik. Di daerah yang terpapar asap kebakaran hutan, jumlahnya melampaui batas standar kesehatan dunia (WHO). "Rata-rata kandungan partikel beracunnya 7.000, paling tinggi hingga 12.000 mikrogram per meter kubik," ujarnya.

Akibat tingginya kandungan zat beracun di Sumatera dan Kalimantan itu, kata Puji, warga menderita sesak nafas, infeksi saluran pernafasan akut, hingga bayi meninggal. "Bayi itu sangat rentan terkena udara kotor karena sistem pernafasannya belum sempurna, selain riwayat kesehatan orang tuanya," ujar dia.

Jangka panjangnya dalam 5 tahun atau lebih, zat beracun tersebut memunculkan ancaman warga terkena kanker seperti paru-paru. "Potensinya 5 dari 1.000 orang terkena kanker, paling tidak paru-paru karena zat beracun masuk ke sana dulu," kata dia. Itu baru dari unsur logam berat, belum dari unsur senyawa organik karbon yang kadarnya 80 persen di udara berasap kebakaran hutan.

Masker biasa yang umum dipakai warga, kata Puji, bisa mengurangi efek gas beracun seperti karbon monoksida dan karbon dioksida. Namun untuk mencegah masuknya partikel logam yang halus, perlu masker khusus. "Penyaringnya harus ukuran submikron atau bahkan nanometer agar tidak masuk ke paru-paru," ujarnya. Partikel itu ketika diperbesar gambarnya seperti pecahan logam yang bisa melukai organ tubuh.

ANWAR SISWADI

Berita terkait

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

2 jam lalu

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

Kenaikan UKT bagi mahasiswa angkatan 2024 di ITB memuncaki Top 3 Tekno Tempo hari ini, Sabtu, 4 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Rencana Jalan Braga Bandung Bebas Kendaraan saat Akhir Pekan Dibayangi Masalah

2 jam lalu

Rencana Jalan Braga Bandung Bebas Kendaraan saat Akhir Pekan Dibayangi Masalah

Pemerintah Kota Bandung ingin menghidupkan kembali Jalan Braga yang menjadi ikon kota sebagai tujuan wisata.

Baca Selengkapnya

ITB Naikkan UKT Mahasiswa 2024, Segini Perkiraan Besarannya

18 jam lalu

ITB Naikkan UKT Mahasiswa 2024, Segini Perkiraan Besarannya

ITB menaikkan UKT untuk para mahasiswa angkatan 2024. Kenaikannya berkisar 15 persen dibanding angkatan sebelumnya.

Baca Selengkapnya

Cerita Dosen Muda ITB, Raih Gelar Doktor di Usia 27 dan Bimbing Tesis Mahasiswa Lebih Tua

18 jam lalu

Cerita Dosen Muda ITB, Raih Gelar Doktor di Usia 27 dan Bimbing Tesis Mahasiswa Lebih Tua

Nila Armelia Windasari, dosen muda ITB menceritakan pengalamannya meraih gelar doktor di usia 27 tahun.

Baca Selengkapnya

KM ITB Desak Pemerintah Cabut UU Cipta Kerja dan Cegah Eksploitasi Kelas Pekerja

2 hari lalu

KM ITB Desak Pemerintah Cabut UU Cipta Kerja dan Cegah Eksploitasi Kelas Pekerja

Keberadaan UU Cipta Kerja tidak memberi jaminan dan semakin membuat buruh rentan.

Baca Selengkapnya

Agar Peserta Tetap Rapi, Panitia UTBK SNBT 2024 Sediakan Kemeja dan Sepatu Pinjaman

3 hari lalu

Agar Peserta Tetap Rapi, Panitia UTBK SNBT 2024 Sediakan Kemeja dan Sepatu Pinjaman

Mengatasi peserta yang berpakaian kurang pantas, panitia UTBK SNBT 2024 menyediakan kostum pinjaman, umumnya berupa kemeja dan sepatu.

Baca Selengkapnya

Cara Panitia Pengawas UPI hingga Unpad Cegah Upaya Kecurangan UTBK

3 hari lalu

Cara Panitia Pengawas UPI hingga Unpad Cegah Upaya Kecurangan UTBK

Pusat Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) di Bandung menerapkan berbagai macam cara untuk mengantisipasi kecurangan saat UTBK SNBT 2024

Baca Selengkapnya

Lulus Magister Administrasi Bisnis ITB, Influencer Dokter Tirta Raih Predikat Cumlaude

3 hari lalu

Lulus Magister Administrasi Bisnis ITB, Influencer Dokter Tirta Raih Predikat Cumlaude

Bersama lulusan lain, dokter Tirta menghadiri Sidang Terbuka Wisuda Kedua ITB Tahun Akademik 2023/2024 di Gedung Sabuga, ITB.

Baca Selengkapnya

Potensi Bahaya Gempa Deformasi Batuan Dalam, Ahli ITB: Lokasi Dekat Daratan

4 hari lalu

Potensi Bahaya Gempa Deformasi Batuan Dalam, Ahli ITB: Lokasi Dekat Daratan

Lokasi sumber gempa lebih dekat dengan daratan sehingga potensi untuk merusak lebih besar

Baca Selengkapnya

ITB Siap Gelar UTBK SNBT 2024, Peserta Disarankan Datang Pakai Angkutan Umum

5 hari lalu

ITB Siap Gelar UTBK SNBT 2024, Peserta Disarankan Datang Pakai Angkutan Umum

ITB siap 100 persen menggelar UTBK SNBT 2024.

Baca Selengkapnya