Pakar: 50 Negara Telah Menghapus Delik Pencemaran Nama Baik

Reporter

Selasa, 27 Oktober 2015 22:05 WIB

Mediaweek.co.uk

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Herlambang Perdana Wiratraman mengakui bahwa aturan kolonial seperti pasal pencemaran nama baik, masih tercantum dalam aturan di negara Belanda, akar hukum Indonesia. Namun aturan itu sudah tidak digunakan lagi seiring dengan perkembangan demokrasi saat ini. “Aturan itu tidak digunakan karena sudah dianggap tidak tepat lagi sesuai zaman,” katanya saat dihubungi Selasa 27 Oktober 2015.

Dalam tulisan berjudul World Trends in Freedom of Expression and Media Development yang diterbitkan UNESCO disebutkan tahun 2012, setidaknya 21 negara telah secara penuh melakukan dekriminalisasi pidana pencemaran nama baik. Selain itu, 14 negara telah melakukan dekriminalisasi terhadap pencemaran tertulis. Dalam disertasi Herlambang di Universitas Leiden, Belanda, pada 2014 sudah ada 50 negara yang menghapus delik defamasi atau pencemaran nama baik dalam aturan negaranya. “Bahkan PBB pun sudah merekomendasikan menghapus aturan pencemaran nama baik dalam aturan suatu negara,” katanya.

Herlambang mengatakan dari sudut pandang sosiologis antropologi, ada masalah budaya yang membuat masyarakat, khususnya pemerintah Indonesia lebih pro untuk mencantumkan pasal yang mengancam kebebasan berekspresi itu. Hal itu dinilainya karena Indonesia menggunakan budaya timur dimana kritik itu dianggap anarki dan mengacaukan. “Budaya ini warisan rezim otoriter,” katanya.

Hal itu berbeda dengan budaya barat yang liberal dimana menyampaikan kritik dan pendapat serta ekspresi kepada siapapun, termasuk pemerintah suatu hal yang biasa. Herlambang menilai kritik oleh masyarakat sangat diperlukan untuk mengontrol para penguasa. Budaya kritik yang juga salah satu unsur berekspresi itu tentu perlu dibuka seluas-luasnya agar masyarakat Indonesia bisa lebih banyak belajar dan mendapatkan informasi. “Yang diperlukan, edukasi oleh pemerintah melalui kementerian tentang tata cara menyampaikan kritik agar masyarakat bisa lebih dewasa dan tidak menganggu kepentingan orang lain saat berekspresi,” katanya.

Perlunya kebebasan berekspresi dan berpendapat pun berpengaruh pada kebebasan akademisi menyampaikan materinya. Herlambang menyayangkan pengalamannya yang dibubarkan saat mengajak mahasiswanya menonton salah satu film Senyap, salah satu film kontroversi, sebagai bahan diskusi kuliah. Ia pun menyayangkan sempat tidak diperbolehkan menyampaikan materi tentang G30 September 1965 di kampusnya dalam forum perkualihan.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Muhammad Arif Setiawan berbeda pendapat dengan Herlambang. Ia menyetujui pasal pencemaran nama baik tetap dicantumkan pada draf RUU KUHP. Namun menurutnya pasal penghinaan terhadap presiden bisa dihapuskan. “Presiden itu kan sama seperti masyarakat umumnya, jadi cukup menggunakan pasal pencemaran nama baik saja,” katanya saat dihubungi Selasa 27 Oktober 2015.

Ia menambahkan delik defamasi pun cocok diterapkan dengan budaya timur Indonesia yang sangat menjunjung tinggi nama baik dan penghormatan terhadap orang lain. Agar tidak terjadi kriminalisasi, diperlukan pemahan yang penuh tentang kebabasan bereksprei oleh para penegak hukum juga masyarakat. Arif pun menyarankan seorang ahli sosial budaya yang memutuskan apakah kasus yang menggunakan delik defamasi itu sudah cukup objektif atau belum.

Menurutnya, perbedaan budaya tidak hanya terjadi antara budaya Barat dan Timur dunia, tapi juga budaya antara daerah di Indonsia. Perbedaan budaya antar daerah itu pun bisa mengakibatkan perbedaan makna penghinaan yang dilontarkan masyarakat. “Misal, di Surabaya mungkin sudah biasa orang mendengar kata ‘jancuk’. Tapi di Jakarta, kata itu bisa berarti penghinaan besar,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif LBH Pers Nawawi Bahrudin mengatakan pada KUHP saat ini terdapat 34 pasal yang mengancam kebebasan berpendapat dan berpekspresi selain pasal karet, Pasal 310 dan 311 tentang pencemaran nama baik. Jumlah itu akan semakin banyak pada draf RUU KUHP yang akan dibahas DPR mulai 29 Oktober 2015, yaitu 85 pasal. “Ini artinya hukum Indonesia justru lebih buruk dari hukum di zaman kolonial dan negara rezim kriminalisasi bangkit,” kata Nawawi pada Rabu 21 Oktober 2015 di Kantornya.

MITRA TARIGAN

Berita terkait

Di Balik Hari Buku Nasional, Ini Alasan Penetapannya dan Siapa Penggagasnya?

6 jam lalu

Di Balik Hari Buku Nasional, Ini Alasan Penetapannya dan Siapa Penggagasnya?

Pemerintah pada 17 Mei 1980 menetapkan sebagai Hari Buku Nasional. Apa alasan penetapannya?

Baca Selengkapnya

Manuskrip Tuanku Imam Bonjol yang Ditulis Putranya Naali Sutan Chaniago Jadi Memory of the World UNESCO, Ini Isinya

1 hari lalu

Manuskrip Tuanku Imam Bonjol yang Ditulis Putranya Naali Sutan Chaniago Jadi Memory of the World UNESCO, Ini Isinya

UNESCO tetapkan naskah Tambo Tuanku Imam Bonjol sebagai Memory of the World. Manuskrip ini ditulis Naali Sutan Chaniago, putranya.

Baca Selengkapnya

Inilah Alasan Setiap 16 Mei Diperingati Sebagai Hari Cahaya Internasional

1 hari lalu

Inilah Alasan Setiap 16 Mei Diperingati Sebagai Hari Cahaya Internasional

Hari Cahaya Internasional diperingati setiap tanggal 16 Mei. Hal ini sebagai peringatan untuk momen penting penemuan cahaya laser.

Baca Selengkapnya

Geopark Natuna Minim Diketahui Masyarakat Setempat, Ternyata Ini Sebabnya

3 hari lalu

Geopark Natuna Minim Diketahui Masyarakat Setempat, Ternyata Ini Sebabnya

Natuna didaftarkan sebagai geopark untuk diplomasi

Baca Selengkapnya

SEVENTEEN dan UNESCO Bangun Dua Pusat Pembelajaran di Timor Leste

4 hari lalu

SEVENTEEN dan UNESCO Bangun Dua Pusat Pembelajaran di Timor Leste

Dua pusat pembelajaran yang dibangun SEVENTEEN dan UNESCO dari donasi SEVENTEEN Going Together

Baca Selengkapnya

Amanat Tuanku Imam Bonjol kepada Sang Putra, Manuskripnya Ditetapkan sebagai Memory of the World UNESCO

4 hari lalu

Amanat Tuanku Imam Bonjol kepada Sang Putra, Manuskripnya Ditetapkan sebagai Memory of the World UNESCO

Manuskrip atau naskah Tombo Tuanku Imam Bonjol yang ditulis anaknya ditetapkan UNESCO sebagai Memory of the World. Apa isinya?

Baca Selengkapnya

Seorang Komika Dilaporkan Komunitas Tuli ke ke Polres Metro Jakarta Selatan, Dianggap Menghina Bahasa Isyarat

5 hari lalu

Seorang Komika Dilaporkan Komunitas Tuli ke ke Polres Metro Jakarta Selatan, Dianggap Menghina Bahasa Isyarat

Seorang komika dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Selatan karena dianggap telah melakukan penghinaan terhadap bahasa isyarat.

Baca Selengkapnya

Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

6 hari lalu

Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

Pemugaran situs Candi Parit Duku di Jambi mengungkap lima lapisan tanah purba atau lapisan budaya dalam istilah arkeologi.

Baca Selengkapnya

Jurus Yogyakarta Jaga Kawasan Sumbu Filosofi dari Potensi Bencana

7 hari lalu

Jurus Yogyakarta Jaga Kawasan Sumbu Filosofi dari Potensi Bencana

Kawasan Sumbu Filosofi secara khusus memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologi dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana

Baca Selengkapnya

Polemik Pelaporan Mahasiswa Unri ke Polisi hingga Rektor Cabut Laporan

8 hari lalu

Polemik Pelaporan Mahasiswa Unri ke Polisi hingga Rektor Cabut Laporan

Langkah Rektor Unri Sri Indarti yang melaporkan mahasiswanya sendiri karena protes soal UKT menuai kritik di masyarakat.

Baca Selengkapnya