Dua orang penari dari kelompok Acapella Mataraman beraksi saat menyambut wisatawan yang berkunjung ke Kawasan Wisata Tamansari, Yogyakarta, Selasa (2/4). Suguhan tari topeng dan acapella lagu-lagu tradisional dengan mengenakan kostum tradisional ini bertujuan untuk memberikan respon auditif dengan bermain suara di tempat-tempat wisata dan bangunan cagar budaya yang selama ini hanya dinilai secara visual saja. TEMPO/Suryo Wibowo
TEMPO.CO, Yogyakarta - Elanto Wijoyono, aktivis yang pernah menghebohkan publik karena menghadang konvoi sepeda motor gede di Yogyakarta, kini bersiap menggugat Pemerintah Kota Yogyakarta dan sebuah hotel terkait dengan perobohan bangunan warisan budaya Tjan Biom Tiong di Jalan Pajeksan Nomor 16, Yogyakarta.
“Karena akan masuk ranah pidana, materi gugatan kami kaji juga apakah pengembang hotel merupakan pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban di mata hukum,” ujar Elanto kepada Tempo, Senin, 28 September 2015.
Elanto sebelumnya hanya berniat menggugat Pemerintah Kota Yogyakarta. Khususnya Wali Kota, Dinas Perizinan, serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Mereka dinilai lalai menjaga bangunan warisan budaya.
Elanto mendasarkan gugatannya setelah Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menemukan cukup bukti terjadinya mal-administrasi pelayanan lembaga pemerintah hingga mengakibatkan rusaknya bangunan budaya.
“Jadi subyek gugatan kami kembangkan, tak hanya kepada pemerintah, agar kasus benar-benar tuntas dan undang-undang ditegakkan,” katanya. Undang-Undang yang ia maksud adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Ombudsman DIY dalam investigasinya menyimpulkan bahwa hilangnya bangunan budaya di kawasan Malioboro itu melanggar UU Nomor 11 Tahun 2010 juga Peraturan Daerah DIY Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan dan Cagar Budaya. Perobohan bangunan diketahui tak disertai prosedur perizinan pemerintah, dan pemerintah baru mengeluarkan izin pemugaran belakangan setelah bangunan lenyap.
Wakil Ketua Ombudsman DIY Muhammad Saleh Tjan menuturkan, jika kasus Pajeksan dibawa ke ranah hukum, pihaknya tak bisa ikut campur lagi karena tak memiliki kewenangan. Namun langkah hukum dimungkinkan oleh UU Nomor 11 Tahun 2010 Pasal 105 yang menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja merusak cagar budaya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 5 miliar.
Untuk memuluskan gugatannya ke pengadilan, Elanto berencana menggandeng Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta. “Ada rencana dengan LBH, tapi belum diputuskan, masih menyiapkan materi. Mungkin awal November selesai dan mulai koordinasi dengan kuasa hukum,” tuturnya.
Direktur LBH Yogyakarta Hamzah Wahyudin menyatakan siap jika Elanto berniat menggandeng LBH. “Sampai sekarang belum ada koordinasi soal itu, tapi kami siap membantu mengawal karena itu gugatan masyarakat,” ucapnya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta Eko Suryo Maharsono menolak jika pemerintah disalahkan. "Kami menerima permohonan pembangunan ketika bangunan sudah roboh," ujarnya.