Pasal Korupsi di RUU KUHP Kembali Dipersoalkan
Editor
Agung Sedayu
Senin, 7 September 2015 17:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum dari Partai Hanura, Dossy Iskandar, mempermasalahkan adanya pasal tentang korupsi di Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Menurut Dossy, keberadaan pasal korupsi itu justru akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Alasannya, tindak pidana korupsi seharusnya tetap dalam kategori kejahatan luar biasa yang harus ditindak dengan cara khusus.
"Perlu penajaman teknis penindakan karena itu kejahatan istimewa. Kalau tidak, implikasinya akan mengganggu hukum acara," kata Dossy, saat rapat kerja dengan Komisi Hukum di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 7 September 2015.
Tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang diatur pada Pasal 687 hingga 706 dan Pasal 767 RUU KUHP. Pasal tersebut mereduksi tindak pidana korupsi dari kejahatan luar biasa menjadi tindak pidana biasa atau ordinary crimes. Padahal kata dia, tak semua tindak pidana bisa dimasukkan dalam aturan umum. Beberapa kejahatan luar biasa yang dimaksud seperti terorisme, korupsi, dan narkoba.
"Sehingga perlu dialog dan pendalaman untuk mengatur asas dan penindakan. Kalau perlu test case," kata Dossy. "Kalau hukum acara spesial tapi penindakan umum, bisa kacau."
Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto mengatakan, RUU KUHP melemahkan KPK dan kejaksaan. Padahal, menurut dia, seharusnya rumusan materiil tindak pidana korupsi dan TPPU di dalam RUU KUHP tidak boleh mereduksi kasus korupsi dan pidana pencucian uang sebagai kejahatan biasa.
RUU KUHP juga mengatur kejahatan luar biasa seperti terorisme, narkoba, pemberontakan atau makar, dan pembunuhan kepala negara. Tak hanya itu, pasal peralihan 781 RUU KUHP menyatakan hukum acara pidana tetap berlaku sepanjang belum diubah berdasarkan undang-undang hukum acara pidana yang mengatur masing-masing.
PUTRI ADITYOWATI