Jimly Asshidique dan anggota Tim 9, menjawab pertanyaan wartawan usai pertemuan dengan pimpinan KPK, di Jakarta, 3 Februari 2015. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidique mengatakan arahan Presiden Joko Widodo soal diskresi keuangan tak bisa dipidana harus dicermati. Sebabnya, kemungkinan motif kejahatan justru berawal pada perencanaan.
"Kita tidak mengadili kebijakannya, tapi motif kejahatannya," ujar Jimly di Sekretariat Negara, Selasa, 25 Agustus 2015.
Menurut Jimly, selama ini, kejahatan lebih sering dikaitkan dengan the quality of spending, bukan the quality of planning. "Jangan-jangan kejahatan lebih banyak terjadi di planning, bukan di spending," ucapnya.
Kemarin Presiden Joko Widodo memberikan lima instruksi untuk menggenjot penyerapan anggaran. Hal itu dilakukan karena banyak pejabat daerah yang takut melakukan terobosan. Ketakutan itu muncul setelah banyak pejabat daerah yang terlibat kasus korupsi.
Adapun instruksi Jokowi yang pertama adalah diskresi keuangan tak bisa dipidanakan. Kedua, tindakan administrasi pemerintahan terbuka juga dilakukan tuntutan secara perdata, tak harus dipidanakan. Ketiga, aparat dalam melihat kerugian negara harus konkret dan benar-benar atas niat untuk mencuri. Keempat, setelah Badan Pemeriksa Keuangan serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan mempublikasikan temuannya, diberikan waktu 60 hari bagi instansi terkait untuk menindaklanjuti temuan tersebut. Kelima, aparat hukum tak boleh melakukan ekspos tersangka sebelum dilakukan penuntutan.
Saat ini Jimly menjabat Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Sebelum menjadi Ketua DKPP, Jimly pernah menjabat Ketua MK periode 2003-2008 dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden pada 2010.