Polemik Perpu Pilkada karena Calon Tunggal, Ini Bocorannya
Editor
Anton Aprianto
Minggu, 2 Agustus 2015 15:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengaku telah mempersiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Laoly mengaku telah melapor kepada Presiden Joko Widodo seusai rapat di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
"Kita lihat dulu saja. Tapi kami, tim pemerintah yang terdiri atas Menko Polkam, Mendagri, Menkumham, dan KPU, sudah persiapan perpu jika diperlukan," ujar Laoly di kompleks Istana Kepresidenan, akhir pekan lalu.
Dalam rancangan perpu, ucap Laoly, akan diatur soal jumlah dukungan. Pasangan calon tak boleh mendapat dukungan lebih dari 50-60 persen suara. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya praktek beli suara.
Laoly mengatakan terbitnya perpu juga dimaksudkan untuk menjaga hak dipilih. "Menjadi tidak adil kalau seorang calon kepala daerah yang populer tidak ada lawannya karena lawannya takut. Kan tak adil haknya diambil. Kemudian juga hak rakyat untuk memilih seorang kepala daerah untuk kedua kalinya juga diambil," tuturnya.
Untuk mengantisipasi adanya calon boneka, kata Laoly, opsi bumbung kosong juga dikaji. Jadi, apabila suara bumbung kosong setengah lebih banyak ketimbang pasangan calon, mereka tetap tak bisa dilantik dan ditunjuk penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan. Model seperti ini digunakan dalam pemilihan kepala desa. "Saya kira bisa saja (diangkat ke nasional) ini kan warisan budaya kita. Kan, masih hitung-hitung seperti apa," katanya.
Menurut data Komisi Pemilihan Umum, 12 daerah diperpanjang masa pendaftarannya karena hanya diikuti satu pasangan calon, sementara satu daerah diundur karena tak ada pasangan calon yang mendaftar.
Adapun Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto berujar, opsi utama pemerintah untuk solusi calon tunggal masih mengikuti Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015, yakni memperpanjang pendaftaran dan memundurkan pilkada di daerah bersangkutan jika masih diikuti calon tunggal. "Opsi-opsi lainnya nanti dibahas setelah perpanjangan itu selesai," ucapnya.
Menurut Andi, pemerintah tidak tebang pilih mengenai kondisi masing-masing daerah. Apa pun opsi yang nanti dipilih harus dijalani semua daerah. "Jadi kami tidak melihat daerahnya, siapa calonnya, dan dari partai mana," tuturnya.
TIKA PRIMANDARI