Ridwan Kamil: Pemkot Bandung Akan Pindah ke Teknopolis
Editor
Nurdin Saleh TNR
Sabtu, 25 Juli 2015 12:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah Cina merancang Guangzhou Science City, Ridwan Kamil ternyata memiliki cita-cita untuk membangun kota pintar sejenis di Indonesia. Realisasi ide itu baru kesampaian saat dia menjabat Wali Kota Bandung.
Banyak negara telah memiliki kota cerdas. Selain Cina, kata Ridwan, ada Cyberjaya di Malaysia dan Silicon Valley di Amerika Serikat. India juga berencana membangun sekitar 300-400 kota pintar selama masa pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi.
Membangun sebuah kota pintar tidaklah mudah. “Biayanya sekitar Rp 4-5 triliun. Jadi, cukup besar, sehingga perlu dicicil,” kata Ridwan menjawab pertanyaan Budi Riza dari Tempo, beberapa waktu lalu. Berikut ini petikan wawancaranya.
Mengapa ingin membuat kota pintar?
Presiden Joko Widodo kan punya rencana membangun 10 kota pintar. Ini memang masih wacana, tapi sudah siap satu. Jadi sekarang kami bisa bilang ke Bapak Presiden bahwa Bandung Teknopolis sudah ada.
Teknopolis ini mengacu ke konsep apa?
Ini wacana baru. Jadi orang masih mencari-cari. Karena saya diangkat sebagai Ketua Aliansi Kota Cerdas Asia-Afrika (Asia-Africa Smart Cities Alliance), saya mau bikin standardisasi. Singapura punya 1.600 aplikasi untuk mengelola berbagai kebutuhan warga dan pemerintahan.
Seperti apa rancangan Teknopolis?
Nanti ada pintu akses langsung dari Jakarta ke Bandung Teknopolis, yaitu pintu tol 149. Rencana pembukaannya tahun depan. Lalu ada akses kereta api super-cepat Jakarta-Bandung. Stasiunnya terletak di Teknopolis juga.
Saat ini ada delapan stake holder, di antaranya Summarecon dan Adipura. Kebanyakan pengembang lokal. Yang pengembang tingkat nasional hanya Summarecon. Nantinya pusat pemerintahan Kota Bandung juga pindah ke sana.
Mengapa perusahaan multinasional seperti Silicon Valley mau berkantor di Teknopolis?
Kalau mereka mau buka cabang di Indonesia, mereka bisa pilih nebeng di lokasi yang tersebar atau berkumpul dengan sesamanya. Kekuatan industri digital Silicon Valley itu terjadi karena mereka berkumpul dengan sesamanya. Di sini itu belum ada.
Jadi Teknopolis itu nantinya akan menyediakan hal ini. Teknopolis akan menjadi kota yang berbasis inovasi. Jadi nanti ada perusahaan Marvel dan perusahaan lain yang bisa saling menginspirasi. Kami ingin yang lokal juga bisa ikut dan tertarik atas kehadiran perusahaan internasional.
Apa sih daya tarik bagi perusahaan lokal dan internasional untuk mau berkantor di Teknopolis?
Karena akses ke Jakarta relatif cepat, yaitu hanya sekitar 30 menit dengan kereta cepat. Lalu ada program sewa lokasi gratis selama tiga tahun untuk startup. Kalau bisnisnya sudah bagus, ya mereka akan membayar. Gedungnya sedang kami siapkan. Yang penting anak muda bekerja, berinovasi, dan kalau sudah ada hasilnya akan berlaku seperti bisnis normal.
Rencananya Bandung akan membuat berapa aplikasi?
Bandung baru punya 200-300 aplikasi saja. Jadi, masih jauh. Di Bandung ada 30 dinas. Jika masing-masing punya sekitar 10 aplikasi, jadi ya total 300 aplikasi. Jadi ada e-budgeting, e-blusukan, atau program-project management. Nanti sebutkan saja masalah warga apa, maka ada aplikasinya.
Bagaimana mengurus perizinan di Teknopolis?
Sekarang kan izin tidak perlu lagi ketemu dengan staf saya. Mereka cukup daftar online dan bayar biaya secara online. Lalu izin akan datang ke rumah.
Pertumbuhan investasi seperti apa?
Tiga bulan lalu ada investasi Rp 1 triliun untuk aerospace. Setiap seratus juta dolar akan membawa pekerjaan untuk 20 ribu orang. Jadi setiap Rp 1-1,2 triliun untuk 20 ribu orang. Target di Teknopolis itu nantinya sekitar 500 ribu pekerjaan atau lowongan di bidang IT.
Untuk pengembangan transportasinya seperti apa?
Selain high speed rail, tahun depan kami akan membangun cable car dan monorel. Ini kerja sama dengan swasta.
Apa yang sedang dikerjakan?
Kami mau bertemu dengan sebuah perusahaan yang aplikasi buatannya bisa memberikan informasi seperti apakah sebuah bus itu penuh atau tidak, posisinya di mana, dan berapa lama akan datang. Mirip Waze. Tapi kalau Waze itu untuk mengecek kemacetan. Ini yang kami sebut sebagai sharing economy. Hidup warga kota menjadi lebih efisien karena