Bunuh Anaknya seperti Kasus Angeline, Pria Ini Bakal Dihukum Berat
Editor
Setiawan Adiwijaya
Minggu, 12 Juli 2015 09:03 WIB
TEMPO.CO, Makassar - Rudi Haeruddin, 35 tahun, seorang ayah yang tega membunuh anak kandungnya, Tiara Rudi, 13 tahun, terancam hukuman berat. Status Rudi sebagai orang tua almarhumah membuat hukumannya bisa diperberat. "Karena pelaku adalah ayah atau wali korban, maka hukumannya diperberat sepertiga dari ancaman hukumannya," kata Kepala Polsek Makassar Komisaris Sudaryanto, Sabtu, 11 Juli 2015.
Penyidik Polsek Makassar akan menjerat Rudi dengan Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya mencapai 10 tahun penjara. Statusnya selaku wali almarhumah membuat ancaman hukumannya maksimal 13,5 tahun penjara. Rudi juga bisa dijerat dengan Pasal 365 KUHP ayat 3 tentang Penganiayaan.
Polisi memprioritaskan penerapan Undang-Undang Perlindungan Anak. Hal itu dilakukan mengingat perbuatan Rudi sangat keterlaluan. Apa pun alasannya, tindakan Rudi yang menganiaya putri sulungnya sampai tewas, tak bisa ditoleransi. "Tapi, saat ini kami masih fokus mengejar pelaku," kata Sudaryanto.
Rudi menganiaya Tiara di rumahnya di Jalan Rappocini Raya Gang I, Makassar, Selasa, 7 Juli, pukul 21.00 Wita. Dengan brutal, ia memukuli tengkuk dan kaki Tiara. Korban sempat dirawat di RS Wahidin Sudirohusodo, sampai akhirnya meninggal, Rabu, 8 Juli, pukul 07.00 Wita. Bocah yang menjadi tulang punggung keluarga itu dimakamkan di Pekuburan Islam Dadi. Cara membunuhnya hampir sama dengan kasus Angeline, yang dianiaya terlebih dahulu kemudian diduga dibunuh ibu angkatnya Margreit.
Pengurus Lembaga Perlindungan Anak Sulawesi Selatan, M. Ghufran H. Kordi, menyatakan hukuman berat bagi orang tua maupun wali yang menganiaya anak memang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Hal itu patut diberikan mengingat orang tua atau wali seharusnya mengayomi dan melindungi anaknya, bukan malah menyakitinya.
Ghufran menambahkan, perbuatan Rudi menganiaya Tiara diduga sudah berulang. Biasanya, perlakuan kasar terhadap anak yang akhirnya mengakibatkan anak cacat bahkan meninggal adalah perilaku yang berulang. "Biasanya anak itu takut melapor atau orang di sekitarnya yang tidak peka dan terkesan mendiamkan."
Untuk itu, Ghufran mengimbau agar masyarakat lebih sensitif terhadap masalah anak. Tindakan kekerasan, baik fisik maupun verbal terhadap anak, sedari dini mesti dideteksi. "Tetangga sampai guru di sekolah tidak boleh diam bila seorang anak dikasari, meski itu oleh orang tuanya sendiri," ucap pengamat sosial itu.
TRI YARI KURNIAWAN