Novel Baswedan (kanan), bersama Tim Advokasi Anti Kriminal (Taktis) melakukan jumpa pers rencana pengajuan praperadilan keduanya di Gedung KPK, Jakarta, 10 Mei 2015. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI kembali memeriksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, Rabu, 8 Juli 2015. Menurut juru bicara Markas Besar Polri, Brigadir Jenderal Agus Rianto, Novel diperiksa sebagai tersangka kasus penganiayaan dan penembakan sejumlah pencuri burung walet di Bengkulu pada 2004. Pengacara Novel, Muji Kartika Rahayu, membenarkan soal ini. "Iya, Novel diperiksa atas kasus itu. Kami akan datang pukul 10.00 WIB," kata Muji melalui pesan singkat kepada Tempo, Rabu, 8 Juli 2015.
Pada 1 Mei 2015, Novel sempat ditahan di Markas Komando Brigadir Mobil (Mako Brimob), Kelapa Dua, Depok. Ia digelandang dari Bareskrim menuju Mako Brimob dengan tangan diborgol jenis plastik dan mengenakan baju tahanan. Polisi beralasan, suasana di Mako Brimob lebih kondusif untuk melakukan pemeriksaan.
Kemudian Novel diberangkatkan ke Bengkulu untuk menjalani gelar perkara. Namun dia menolak untuk melakukan gelar lantaran tak ada kuasa hukum yang mendampinginya. Alhasil, peran Novel digantikan oleh penyidik. Polisi akhirnya membawa Novel kembali ke Jakarta keesokan harinya dan membebaskannya atas perintah Presiden Joko Widodo.
Kasus Novel bermula saat ia menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu pada 2004. Novel, yang masih berpangkat inspektur polisi satu, diduga menembak pencuri walet. Kasus itu pun telah diproses oleh kepolisian setempat. Namun kasus ini kembali diperkarakan pihak kepolisian pada 2012.
Upaya penangkapan Novel itu dikaitkan dengan penetapan Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka kasus simulator surat izin mengemudi. Saat itu banyak pihak menganggap Novel, yang merupakan penyidik kasus tersebut, telah dikriminalkan oleh Polri.
Kasus Novel kembali mencuat menyusul kriminalisasi terhadap para pimpinan KPK dan sejumlah penyidik lain. Lagi-lagi sejumlah pihak mengaitkan hal ini dengan langkah KPK menetapkan petinggi Polri sebagai tersangka. KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, yang digadang-gadang menjadi calon Kepala Polri, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait dengan jabatannya.