TEMPO.CO, Jakarta - Anggota panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Yenti Garnasih tak sepakat dengan revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang lembaga antirasuah. Menurut dia, revisi undang-undang tersebut justru melemahkan KPK.
"KPK harus mempunyai kewenangan-kewenangan khusus. Berarti berbeda dengan kejaksaan dan kepolisian," kata Yenti saat diskusi bertemakan KPK Diperkuat atau Diperlemah di Jakarta Pusat, Minggu 28 Juni 2015.
Yenti menjelaskan, kewenangan khusus tersebut sudah diamanatkan lembaga antikorupsi dunia United Nations Convention Againts Corruption. "Uncac menjamin KPK mempunyai kewenangan khusus," kata ahli hukum pidana Universitas Trisakti tersebut.
Sidang paripurna DPR pada Selasa lalu memutuskan revisi UU KPK menjadi prioritas Program Legislasi Nasional 2015. Badan Legislasi mengklaim undang-undang yang memang masuk Prolegnas 2015-2019 itu dipercepat atas dorongan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly. Semua fraksi menyetujuinya.
Ada lima isu krusial yang akan dimasukkan DPR dalam naskah revisi UU KPK. Isu tersebut yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas KPK, penghapusan kewenangan penuntutan, pengetatan rumusan kolektif-kolegial, dan pengaturan terkait Pelaksana tugas Pimpinan jika berhalangan hadir.
Yenti mempertanyakan penyadapan KPK yang dipermasalahkan banyak pihak. Menurut dia, lembaga lain seperti Polri untuk penanganan terorisme dan narkoba, serta Komisi Yudisial juga diberi kewenangan penyadapan.
LINDA TRIANITA
Berita terkait
Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan
1 jam lalu
Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.
Baca SelengkapnyaIM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik
14 jam lalu
Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.
Baca SelengkapnyaKPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?
14 jam lalu
Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.
Baca SelengkapnyaBupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan
20 jam lalu
KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.
Baca SelengkapnyaNurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan
23 jam lalu
Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.
Baca SelengkapnyaUsai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan
1 hari lalu
Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.
Baca SelengkapnyaIni Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur
1 hari lalu
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.
Baca SelengkapnyaTak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan
1 hari lalu
Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.
Baca SelengkapnyaKPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu
1 hari lalu
KPK menyita kantor Partai NasDem di Labuhanbatu, Sumatera Utara, dalam perkara korupsi yang menjerat Bupati Erik Atrada Ritonga.
Baca SelengkapnyaKPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR
1 hari lalu
KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.
Baca Selengkapnya