TERBONGKAR: Modus Jual-Beli Ijazah Gelar Universitas Berkley
Editor
Bobby Chandra
Senin, 25 Mei 2015 06:53 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Praktek dugaan jual-beli ijazah University of Berkley sebenarnya terendus sejak tahun lalu. Mulanya, sekelompok pengajar dan pegawai Universitas PGRI Kupang melaporkan dugaan gelar palsu doktor Samuel Haning, rektor universitas itu, ke Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur.
Laporan itu mencuat di tengah rebutan tampuk kepemimpinan universitas. Awal tahun ini, keabsahan gelar doktor Samuel Haning kembali dipersoalkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Direktorat menuduh Haning telah memalsukan sejumlah dokumen penyetaraan gelar University of Berkley itu.
"Kami akan melaporkan dia ke polisi," kata Dharnita Chandra, Kepala Subdirektorat Penyelarasan dan Pengembangan Keunggulan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, kepada Tempo, awal Januari lalu.
Awal Desember tahun lalu, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menerima laporan dari sejumlah pengacara yang mengatasnamakan pengurus Yayasan PGRI Kupang. Menurut Dharnita Chandra, pelapor meminta penjelasan Direktorat soal dua versi surat pengesahan gelar doktor Haning.
Dharnita bercerita, pada awal Agustus 2014, Samuel Haning memohon pengesahan (legalisasi) salinan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nomor 9917/Kep.Dikti/IJLN/2014. Dalam salinan "SK menteri" itu, Haning disebut memperoleh gelar doctor of law dari University of Berkley, Amerika Serikat. Disebutkan pula gelar itu telah disetarakan dengan gelar doktor (pendidikan S-3) di Indonesia.
Surat tanggal 24 Maret 2014 itu "diteken" Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Illah Sailah. Ketika diteliti, ternyata nama Haning tak tercantum dalam daftar peserta program pendidikan doktoral di luar negeri. Surat penyetaraan gelar yang dipegang Haning pun tak ada arsipnya.
<!--more-->
Pengakuan Haning
Ketika Dharnita menanyakan asal-usul surat itu, Haning menyebutkan "SK menteri" itu ia peroleh dari perwakilan University of Berkley di Jakarta. "Satu paket dengan ijazah doktor dan transkrip nilainya," ujar Dharnita menirukan Haning.
Dharnita dan kawan-kawan semakin curiga. Apalagi, menurut penelusuran mereka, University of Berkley tak mendapat akreditasi (pengakuan) dari Dewan Pendidikan Tinggi dan Departemen Pendidikan di Amerika Serikat. Universitas itu pun tak ada hubungannya dengan University of California, Berkeley.
Pada 4 Agustus 2014, Dharnita membuat surat keterangan yang menyatakan "SK menteri" soal penyetaraan gelar doktor itu tidak sah. Belakangan, Dharnita menemukan bahwa surat keterangan yang ia keluarkan itu dipalsukan isi dan tanggalnya. Pada surat palsu tercantum "SK menteri" tentang penyetaraan gelar Haning itu sah. Tanggal surat itu pun diubah menjadi 27 Maret 2014.
Kepada Tempo, Samuel Haning membantah telah memalsukan surat dan memakai gelar bodong. Dia mengaku memperoleh gelar doktor dari University of Berkley, Amerika, setelah menempuh perkuliahan jarak jauh. "Kartu mahasiswa saya punya. Kuliahnya pun ada," kata Haning. Meski begitu, Haning mengaku tak memakai lagi gelar doktor itu sejak Agustus tahun lalu.
<!--more-->
Di samping menghargai keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Haning mengaku telah diperingatkan Yayasan PGRI Pusat agar tak memakai lagi gelar itu. Untuk memperoleh gelar doktor yang diakui pemerintah, Haning memilih melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Liartha S. Kembaren, yang mengaku Direktur LMII sekaligus Executive Director Far Eastern University of Berkley, membenarkan kabar bahwa Haning pernah menempuh pendidikan jarak jauh di University of Berkley. Bagi tokoh yang sibuk seperti Haning, Liartha menawarkan berbagai kemudahan.
Mereka cukup mendaftar, melengkapi persyaratan, dan membayar sejumlah biaya. "Kuliahnya bisa online," ucap Liartha, pada Januari lalu.
JAJANG JAMALUDIN, MITRA TARIGAN, YOHANES SEO