Nenek ASyani di rumahnya, dalam keadaan lemah dan kelelahan. TEMPO/Ika Ningtyas
TEMPO.CO, Situbondo -- Majelis hakim Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur, menjatuhkan vonis berupa hukuman percobaan selama 15 bulan terhadap nenek Asyani, 63 tahun, Kamis, 23 April 2015. Majelis hakim menganggap Asyani bersalah karena memiliki kayu dari kawasan hutan tanpa dilengkapi dokumen.
Majelis hakim yang diketuai I Kadek Dedy Arcana sejatinya memvonis Asyani dengan hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 1 hari penjara. Namun karena mempertimbangkan usia dan kesehatan terdakwa, maka Asyani dijatuhi hukuman percobaan. "Terdakwa tidak perlu menjalani hukuman tersebut, tapi diganti dengan hukuman percobaan selama satu tahun tiga bulan," kata I Kadek.
Asyani dianggap melanggar Pasal 12d juncto Pasal 83 ayat 1a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Putusan terhadap Asyani tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni hukuman percobaan selama 18 bulan.
Hal-hal yang memberatkan terdakwa, antara lain perbuatan Asyani dianggap merusak ekosistem hutan, tidak mendukung program pemerintah untuk melestarikan hutan, dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 4 juta. Sedangkan hal-hal yang meringankan, majelis hakim mempertimbangkan usia terdakwa, bersikap sopan, dan belum pernah dihukum.
Anggota majelis hakim Meirina Dewi Setiyowati mengatakan Asyani terbukti secara sah dan meyakinkan memiliki 38 papan kayu milik Perhutani. Papan tersebut diambil dari dua pohon jati dari kawasan hutan di petak 43F, Desa Jatibanteng, Kecamatan Jatibanteng, Situbondo. Hal itu, kata Meirina, sesuai dengan keterangan sebelas saksi dan satu keterangan saksi ahli.
Selain itu, menurut Meirina, dari hasil pemeriksaan ke lapangan, 38 papan yang jadi barang bukti sesuai coraknya dengan dua tonggak pohon jati di petak 43F milik Perhutani. Corak kayu tersebut lebih berwarna kemerahan. "Corak kayu dan kadar air barang bukti lebih identik dengan tonggak milik Perhutani," katanya.