TNC Gandengkan Warga Dayak Gaai dengan Sumalindo

Reporter

Selasa, 17 Maret 2015 04:03 WIB

Kawasan Hutan Taman Nasional Kutai daerah Kaba, Kalimantan Timur. TEMPO/ Rizal Effendi

TEMPO.CO , Berau: The Nature Conservancy (TNC) menjembatani kepentingan warga suku Dayak di empat kampung Kecamatan Segah, Berau, Kalimantan Timur, dengan perusahaan kayu untuk mewujudkan hutan lestari. Community Development Spesialist Segah-Lesan TNC Indah Astuti mengatakan kolaborasi ini tidak hanya mengurangi konflik antara penduduk dan perusahaan, juga mencegah kerusakan hutan lebih parah. "Karena masyarakat ikut mengawasi hutan yang ditebang oleh perusahaan," kata Astuti di Kampung Long Laai, Kecamatan Segah, Berau, akhir pekan lalu.

Program hutan lestari adalah bagian dari misi besar Reducing Emissions from Deforestation and Degradation in Developing Countries (REDD+) yang dikembangkan pemerintah Indonesia. Kelompok konservasi TNC sejak 2010 termasuk terlibat dalam program tersebut dengan mengembangkan model pemberdayaan masyarakat kampung yang mereka sebut Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan dalam REDD+ (SIGAP-REDD+). Pendekatannya melibatkan masyarakat untuk menyusun rencana strategis dan rencana pembangunan, termasuk menata lahan dan ruang di dalam dan di luar kampung yang berupa hutan.

Kisah konflik-damai di hutan Segah, menurut Astuti, melibatkan PT Sumalindo Lestari Jaya, perusahaan kayu pemilik hak pengusahaan hutan seluas 100 ribu hektare di daerah ini. Dari luasan itu, 66 ribu hektare di antaranya kawasan hutan produksi terbatas. Perusahaan yang mendapat izin sejak 1990 itu menebang meranti.

Sebelum tercapai kesepakatan tertulis pada Juni 2004, masyarakat lima kampung di hutan yakni Kampung Long Laai, Long Ayap, Long Oking, Long Pay, dan Long Ayan merasa perusahaan kayu tersebut telah mengancam kehidupan mereka. Penduduk di lima kampung itu totalnya sekitar 1.400 jiwa. Sebagian besar adalah suku Dayak Gaai dan Punan yang hidupnya bergantung dengan hasil hutan. Merasa terancam, pada 1999 mereka mulai protes dan puncaknya menggelar unjuk rasa serta menghentikan kegiatan Sumalindo selama tiga tahun pada 2000-2003.

Dari konflik inilah, menurut Astuti, justru lahir model baru kemitraan antara masyarakat setempat dan perusahaan kayu Sumalindo. TNC bersama Pemerintah Kabupaten Berau memediasi konflik tersebut. Mereka menyepakati secara tertulis sejumlah poin, termasuk membentuk Badan Pengelola Segah yang berperan menentukan kawasan dan model pengelolaan hutan bersama masyarakat.

Ketua Pelaksana Badan Pengelola Segah Jones Lokan mengatakan dengan adanya kesepakatan itu, masyarakat empat kampung -- sejak 2007 kampung Long Ayan keluar dari kesepakatan tersebut -- memperoleh uang lebih banyak dari perusahaan kayu dibanding di lokasi lain. Kampung mereka memperoleh kompensasi Rp 3.000 dari setiap meter kubik kayu yang ditebang.

Selain itu, setiap jiwa di empat kampung setiap tahun masih memperoleh tambahan fee Rp 33 ribu dari setiap meter kubik kayu yang dipanen perusahaan. Anak yang baru lahir pun dapat fee, kata Jones, guru yang tinggal dan mengajar di Kampung Long Laai.

Tahun lalu, setiap kepala di empat kampung itu memperoleh fee sekitar Rp 200 ribu. Pemberian fee seperti ini tidak terjadi di kampung lain yang menjadi lokasi penebangan kayu legal.

Site Manager PT Sumalindo Lestari Jaya IV Andi Amiruddin mengakui perusahaannya kini lebih nyaman beroperasi dibanding sebelumnya. Kalau perusahaan mau langgeng mau tidak mau harus melibatkan masyarakat, ujar Andi yang sudah bergabung ke perusahaan tersebut sejak pertengahan 1980-an.

AHMAD NURHASIM


Berita terkait

Rimbawan Muda: Debat Cawapres Gagal Elaborasi Partisipasi Masyarakat Adat

23 Januari 2024

Rimbawan Muda: Debat Cawapres Gagal Elaborasi Partisipasi Masyarakat Adat

Debat cawapres 2024 kedua dinilai Rimbawan Muda Indonesia (RMI) gagal memahami aspek tata kelola kehutanan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Targetkan 12 Juta Hektar Hutan Sosial, Ini Tantangan Jokowi

30 Oktober 2017

Targetkan 12 Juta Hektar Hutan Sosial, Ini Tantangan Jokowi

Siti Nurbaya mengatakan ada berbagai alasan kenapa mengejar target 12,7 juta hektar hutan sosial sesuai Nawa Cita bukanlah kerja yang ringan.

Baca Selengkapnya

KLHK Akan Mengelola Hutan dengan Wirausaha

23 Agustus 2017

KLHK Akan Mengelola Hutan dengan Wirausaha

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar upaya itu tetap mengacu pada prinsip pembangunan dan kelestarian.

Baca Selengkapnya

Walhi: Tak Heran Harimau Sering Masuk Kampung, Sebabnya...

16 Agustus 2017

Walhi: Tak Heran Harimau Sering Masuk Kampung, Sebabnya...

WALHI menyoroti tumpang tindih kebijakan kawasan hutan dan aktivitas pertambangan berikut dampaknya bagi masyarakat.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tegur KLHK: Pengelolaan Hutan Jangan Berorientasi Proyek  

2 Agustus 2017

Jokowi Tegur KLHK: Pengelolaan Hutan Jangan Berorientasi Proyek  

Jokowi ingin pengelolaan hutan dilakukan dengan menerapkan terobosan sehingga bisa mendukung perekonomian warga sekitar dan ekonomi nasional.

Baca Selengkapnya

Menteri Sofyan Akan Surati KLHK Soal Izin Pinjam Pakai Hutan  

9 Juli 2017

Menteri Sofyan Akan Surati KLHK Soal Izin Pinjam Pakai Hutan  

Pembangunan jalan tol Pekanbaru-Dumai di Riau terhambat kawasan hutan.

Baca Selengkapnya

Menebang Pohon di Hutan, Petani di Cilacap Ditangkap Polisi

26 Maret 2017

Menebang Pohon di Hutan, Petani di Cilacap Ditangkap Polisi

Sudjana berkukuh penebangan yang ia lakukan legal.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Serahkan Konsesi PT LUM untuk Warga Kepulauan Meranti

25 Maret 2017

Pemerintah Serahkan Konsesi PT LUM untuk Warga Kepulauan Meranti

Kementrian LHK menyerahkan konsesi PT Lestari Unggul Makmur seluas 10.390 ha ke warga Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

Baca Selengkapnya

Tolak Konsep Hutan Adat, Kalimantan Selatan Terapkan Hutan Desa

25 Maret 2017

Tolak Konsep Hutan Adat, Kalimantan Selatan Terapkan Hutan Desa

Konsep ini diyakini bisa menekan konflik lahan di daerah itu.

Baca Selengkapnya

Beda Kebiasaan, Kalimantan Selatan Kesulitan Tetapkan Hutan Adat  

25 Maret 2017

Beda Kebiasaan, Kalimantan Selatan Kesulitan Tetapkan Hutan Adat  

Menurut Hanif, warga adat Kalimantan Selatan biasa berladang berpindah secara pribadi.

Baca Selengkapnya