TEMPO.CO, Ternate - Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara Munadil Kilkoda menilai penetapan tersangka kasus pembunuhan dua warga Desa Waci, Kecamatan Maba Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, terhadap Bakum (40 tahun) dan Nuhu (39 tahun), warga Suku Tobelo atau Togutil Dalam, janggal. Alasannya, para tersangka tinggal di Akejira, Halmahera Tengah, sedangkan pembunuhan terjadi di Halmahera Timur, yang berjarak 180 kilometer.
"Mereka tak mungkin ke lokasi itu karena harus melewati wilayah enam suku lain," katanya, Selasa, 3 Maret 2015.
Dia menjelaskan, di Halmahera Tengah, ada tujuh permukiman Tobelo. Mereka menghargai wilayah satu sama lain dan tak berani melewati wilayah suku lain tanpa izin.
Munadil menduga polisi salah sasaran. Ciri-ciri warga Tobelo memang sama, yakni berambut panjang dan berjambang. Tapi, ada suku Togutil lain di Woe Sopen, yang tak jauh dari Waci. "Kami minta polisi tak sembarang tangkap," ujarnya.
Pembunuhan dua warga desa Waci, Mas'ud Watoa (40), dan anaknya, Marlan Watoa (9), terjadi pada Juli 2014. Polisi menangkap Bakum dan Nuhu saat berada di rumah salah seorang warga di Trans Kobe, Desa Lelilef, Halmahera Tengah.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Utara Ajun Komisaris Besar Hendrik Badar mengatakan penangkapan dua anggota Suku Tobelo itu didasarkan pada keterangan empat saksi mata yang selamat dari pembunuhan itu. Dia juga mengklaim memiliki barang bukti empat anak panah.
"Mereka akan dijerat dengan Pasal 388 dan 351 ayat 3 juncto Pasal 55 KUHP tentang Pembunuhan dan Penganiayaan dengan ancaman 15 tahun penjara," katanya.
Bertemu Pemerintah Belanda, AMAN Kaltim Minta Pastikan Komitmen Lindungi Masyarakat Adat sebelum Investasi di IKN
4 hari lalu
Bertemu Pemerintah Belanda, AMAN Kaltim Minta Pastikan Komitmen Lindungi Masyarakat Adat sebelum Investasi di IKN
AMAN Kaltim meminta pemerintah Belanda memastikan komitmen pemerintah Indonesia melindungi masyarakat adat sebelum berinvestasi di proyek IKN Nusantara.