TEMPO Interaktif, Jakarta:Rencana kenaikan gaji pejabat negara juga pegawai negeri sipil dinilai tidak tepat waktu. Karena kondisi keuangan negara sat ini sedang sulit. "Perlu adanya kenaikan mungkin, iya, tapi momentumnya tidak tepat,"kata Pengamat Politik dari Universitas Indonesia Arbi Sanit di Jakarta, Jumat (29/7). Menurut Arbi, besarnya kenaikan sebesar 15 40 persen jika dikaji secara komprehensif tidak logis bila dilihat dari perspektif kepentingan negara dan rakyat. Satu-satunya alasan yang masuk akal hanya kalau dilihat dalam persepektif kepentingan sempit para pejabat negara dan pegawai negeri sipil (PNS). Selain tidak tepat waktu, menurut Arbi, alasan perbaikan kinerja juga belum bisa dipertanggungjawabkan. Dengan kenaikan sebesar itu belum tentu menjamin seorang pejabat atau pegawai menjadi lebih baik karena kenaikan tersebut masih jauh untuk menyamai harga pasar kerja. Sehingga perlu kenaikan mencapai 10 kali lipat. "Tapi logika seperti itu menjadi tidak sah karena negara sedang mengalami kesulitan,"katanya.Dalam pengamatannya, gaji pejabat negara saat ini sudah jauh berbeda dengan para pegawai negeri. Apabila pejabat ikut dinaikkan maka kesenjangan akan makin menganga. "Justru dari negara ketidakadilanlah yang tercipta,"ujar Arbi.Lucky Djani dari Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat sama. Menurutnya, ada orang yang mengatakan jika gaji seseorang makin besar atau adanya kenaikan akan mengurangi tingkat korupsi tidak bisa dibuktikan. "Tidak mungkin instrumen kenaikan gaji untuk memberantas korupsi. Tidak ada studi empirik yang mengatakan itu,"kata Lucky.Pada prinsipnya Lucky setuju dengan kenaikan gaji. Namun seperti Arbi kenaikan saat ini belumlah tepat. Yang perlu dilakukan adalah perbaikan sistem penggajian. Menurutnya tuntutan kenaikan gaji untuk semua PNS tidaklah adil. Dia mencontohkan bagi pegawai yang sudah menempati posisi eselon dua ke atas pendapatannya sudah masuk dalam katagori lebih dari cukup. Karena mereka itu akan mempunyai kedudukan-kedudukan tertentu di badan-badan usaha negara. "Eselon dua ke atas itu banyak yang menduduki kursi komisaris di BUMN. Juga jabatan sampingan lain seperti pimpinan proyek,"kata Lucky.Muchamad Nafi