TEMPO.CO, Kudus - Pengadilan Negeri Kudus, Jawa Tengah, menyayangkan tidak adanya pendampingan psikologi bagi korban pedofilia dan semacamnya. Terutama mereka yang berada di bawah umur. Padahal peran pendamping ini sangat dibutuhkan. Untuk menghilangkan rasa trauma pada anak di masa mendatang. "Saya sangat berharap ada pihak yang mendampingi korban terutama anak-anak,", Kata Humas Pengadilan Negeri Kudus, Ahmad Syafiq, 16 Februari 2015.
Ia khawatir jika tidak ada pihak yang peduli akan nasib anak-anak ini, tidak menutup kemungkinan korban akan mengulangi tindakan yang sama seperti yang dilakukan pelaku di masa mendatang. "Ini mengerikan," ujarnya.
Kekhawatirannya itu berdasarkan dari sejumlah kasus kriminal yang dilatar belakangi trauma akibat kasus kejahatan semacam itu. Dampaknya tak hanya berpengaruh pada kejiawaan anak, tapi juga pergaulan si anak di lingkungan sekitar, "Dia bisa jadi sangat posesif apalagi terhadap pasangannya dan kadang tak segan untuk membunuh," kata Syafiq.
Menurut Syafiq, yang berhak mendampingi korban adalah lembaga semacam Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JPAA). Ketua JPPA Kudus, Noor Hani'ah membantah sinyalemen Syafiq. "Kami selalu mendampingi korban tidak hanya dalam persidangan saja. Tetapi juga proses penyembuhan trauma pasca kejadian," ujar dia.
Hanya saja yang terjadi selama ini, menurutnya masih banyak dari pihak keluarga korban yang belum memahami pentingnya pendampingan untuk korban. Dia minta masyarakat tak segan melapor jika anggota keluarganya mengalami tindakan kekerasan ini. "Kami membutuhkan persetujuan tertulis dari pihak keluarga jika ingin kami mendampingi korban," kata Hani'ah.
Menteri PPPA Apresiasi Program Binaan Pertamina di Sulsel
37 hari lalu
Menteri PPPA Apresiasi Program Binaan Pertamina di Sulsel
Kunjungan kerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia ke Provinsi Sulawesi Selatan menjadi momentum penting dalam mengapresiasi peran Pertamina dalam mendukung pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.