Anggota komisioner Komisi Pemiilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hadar Nafis Gumay, mengatakan dasar pelaksanaan pemilihan kepala daerah harus berdasarkan undang-undang, tak bisa hanya sekadar peraturan pemerintah. Menurut dia, KPU akan kesulitan membuat peraturan KPU jika tak berdasarkan undang-undang. "Dalam PP tak ada perintah untuk kami membuat PKPU. Perintah tersebut adanya di level UU," kata Hadar ketika dihubungi, Selasa, 9 Desember 2014. (Baca: Perpu Pilkada, PKS: Masih Dirapatkan, Tapi...)
Beleid yang dimaksud adalah PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan, dan Pengesahan Kepala Daerah. Apabila Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Pilkada ditolak DPR, maka PP tersebut menjadi satu-satunya aturan yang mengatur soal pilkada. (Baca: 'Sikap SBY Jadi Akar Masalah Perpu Pilkada')
Menurut Hadar, akan ada kondisi unik apabila DPR menolak Perpu Pilkada. Jika dicabut, pemerintah dan DPR harus membahas RUU Pencabutan Perpu yang salah satunya berisi konsekuensi pencabutan perpu. Pemerintah memastikan tak akan ikut membahas RUU jika DPR masih ngotot pilkada tak langsung. "Supaya tak berlarut-larut, lebih baik perpu disahkan," kata Hadar.
PP Nomor 6 Tahun 2005 merupakan turunan dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Meskipun UU Nomor 32 telah dicabut, namun aturan turunannya masih berlaku. Menurut Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Hukum Zudan Arif Fakhrullah, KPU bisa saja menggunakan beleid tersebut untuk menghindari kekosongan hukum jika perpu ditolak DPR dan pembahasan RUU Pencabutan Perpu belarut-larut.