Kata Parisada dan Konghucu Soal Kolom Agama di KTP  

Reporter

Editor

Budi Riza

Senin, 24 November 2014 16:46 WIB

Wakil Ketua MUI Pusat Ma`ruf Amin (kanan), menggelar konferensi pers terkait penolakan MUI pada penghapusan kolom agam dalam KTP di Gedung Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, 13 November 2014. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa pemuka agama mendesak pemerintah lewat Kementerian Dalam Negeri untuk menempatkan penganut kepercayaan pada kolom agama di kartu tanda penduduk (KTP). Mereka meminta kepada pemerintah agar tidak mengosongkan penganut kepercayaan di luar enam agama yang diakui negara pada kolom agama di KTP.

"Karena itu merupakan bentuk diskriminasi," kata anggota Dewan Pakar Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, I Nengah Dana, di gedung Mahkamah Konstitusi, Senin, 24 November 2014. "Menurut kami, kalau berkaitan dengan konstitusi, kenapa tidak ditulis kolom kepercayaan saja. Jangan dikosongkan, apalagi ditulis dan mengaku menganut enam agama itu." (Baca: Penganut Samin Tak Ambil Pusing Kolom Agama di KTP)

Dana mencontohkan, misalnya terhadap seseorang penganut Sunda Wiwitan, maka dalam kolom agama di KTP cukup dituliskan dengan keterangan kepercayaan. Tanpa harus mengosongkan atau mengaku beragama Islam dalam KTP. "Bahkan boleh juga dituliskan keterangan kepercayaannya Sunda Wiwitan," ujarnya. "Tapi karena banyak sekali jenis kepercayaan di Indonesia, maka secara teknis di KTP harus ditulis kepercayaan saja." (Baca: Kolom Agama Kosong, Ansor: Orang Wafat Diapakan?)

Wakil Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia, Uung Sendana, juga mengatakan hal yang sama. Menurut dia, pemerintah harus mencantumkan jenis kepercayaan bagi penganut di luar enam agama yang diakui pemerintah.

"Karena itu merupakan hak asasi setiap pemeluk agama dan kepercayaan," kata Uung. "Dan juga jangan memaksaan identitas agama penganut kepercayaan di salah satu dari enam agama yang diakui pemerintah itu." (Baca: Pesantren Tolak Kolom Agama Dihapus)

Konferensi Waligereja Indonesia juga mendukung langkah pemerintah untuk menuliskan jenis penganut kepercayaan dalam kolom agama di KTP. "Apa yang menjadi kepentingan warga negara harus dipenuhi apalagi kalau berlaku umum," kata Romo Purbo Tamtomo. "Jangan kepentingan enam agama itu saja."

REZA ADITYA

Terpopuler
:
Kata Susi, Ini Kebodohan Indonesia di Sektor Laut
Warga Singapura Memuji Jokowi Presiden Masa Depan
Jokowi atau Prabowo Presiden, BBM Tetap Naik
Pengamat: Jokowi seperti Sinterklas
Menteri Susi Janji Tambah Gaji PNS Kelautan
Setelah Membunuh, Diduga Jean Juga Mencuri
Menteri Haramkan Makanan Impor di Acara Pemerintah
Moratorium Izin Penyelenggara Umrah Diberlakukan
Salip Paus, Jokowi Masuk 10 Besar Voting TIME
Kenali 7 Tanda Wanita Mabuk Kepayang pada Pria

MK

Berita terkait

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

16 menit lalu

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

Dalam kuliah umum, Suhartoyo memberikan pembekalan mengenai berbagai aspek MK, termasuk proses beracara, persidangan pengujian undang-undang, kewenangan MK dalam menyelesaikan sengketa, dan manfaat putusan MK.

Baca Selengkapnya

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

17 jam lalu

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

Ahli politik dan pemerintahan dari UGM, Abdul Gaffar Karim mengungkapkan sidang sengketa pilpres di MK membantu meredam suhu pemilu.

Baca Selengkapnya

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

20 jam lalu

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

Ahli Konstitusi UII Yogyakarta, Ni'matul Huda, menilai putusan MK mengenai sengketa pilpres dihasilkan dari pendekatan formal legalistik yang kaku.

Baca Selengkapnya

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

22 jam lalu

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

Ni'matul Huda, menilai pernyataan hakim MK Arsul Sani soal dalil politisasi bansos tak dapat dibuktikan tak bisa diterima.

Baca Selengkapnya

Alasan Mendagri Sebut Pilkada 2024 Tetap Digelar Sesuai Jadwal

1 hari lalu

Alasan Mendagri Sebut Pilkada 2024 Tetap Digelar Sesuai Jadwal

Pilkada 2024 digelar pada 27 November agar paralel dengan masa jabatan presiden terpilih.

Baca Selengkapnya

Dianggap Tak Serius Hadapi Sidang Sengketa Pileg oleh MK, Komisioner KPU Kompak Membantah

1 hari lalu

Dianggap Tak Serius Hadapi Sidang Sengketa Pileg oleh MK, Komisioner KPU Kompak Membantah

Komisioner KPU menegaskan telah mempersiapkan sidang di MK dengan sungguh-sungguh sejak awal.

Baca Selengkapnya

Caleg NasDem Ikuti Sidang secara Daring, Hakim MK: di Tempat yang Layak, Tak Boleh Mobile

1 hari lalu

Caleg NasDem Ikuti Sidang secara Daring, Hakim MK: di Tempat yang Layak, Tak Boleh Mobile

Caleg Partai NasDem, Alfian Bara, mengikuti sidang MK secara daring tidak bisa ke Jakarta karena Bandara ditutup akibat erupsi Gunung Ruang

Baca Selengkapnya

Sidang Sengketa Pileg, Hakim Arief Hidayat Bingung Tanda Tangan Surya Paloh Beda

1 hari lalu

Sidang Sengketa Pileg, Hakim Arief Hidayat Bingung Tanda Tangan Surya Paloh Beda

Hakim MK Arief Hidayat menyinggung tanda tangan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang berbeda di suratarie kuasa dan KTP.

Baca Selengkapnya

Kelakar Saldi Isra di Sidang Sengketa Pileg: Kalau Semangatnya Begini, Timnas Gak Kalah 2-1

1 hari lalu

Kelakar Saldi Isra di Sidang Sengketa Pileg: Kalau Semangatnya Begini, Timnas Gak Kalah 2-1

Hakim MK, Saldi Isra, melemparkan guyonan mengenai kekalahan Timnas Indonesia U-23 dalam sidang sengketa pileg hari ini.

Baca Selengkapnya

Caleg Ini Minta Maaf Hadir Daring di Sidang MK Gara-gara Erupsi Gunung Ruang

2 hari lalu

Caleg Ini Minta Maaf Hadir Daring di Sidang MK Gara-gara Erupsi Gunung Ruang

Pemohon sengketa pileg hadir secara daring dalam sidang MK karena bandara di wilayahnya tutup imbas erupsi Gunung Ruang.

Baca Selengkapnya