Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi melakukan jumpa pers tentang penetapan Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa haji, di kantornya, Jakarta, Kamis (22/5). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dilibatkan dalam penunjukan Jaksa Agung. "Itu bukan kewajiban KPK juga," kata juru bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, di kantornya, Senin, 24 November 2014.
Johan menjelaskan Presiden memang tidak memiliki kewajiban untuk meminta pendapat KPK sebelum memilih para menteri maupun Jaksa Agung. Saat pemilihan menteri, Presiden Joko Widodo memang meminta pendapat dari KPK serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. (Baca: Surya Paloh Ingin Kejaksaan Lebih Kuat dari KPK)
KPK pun memberikan catatan beserta nama-nama untuk masuk dalam kabinet. Dalam penunjukan Jaksa Agung, KPK tidak dimintai pendapat. Johan menuturkan penunjukan Jaksa Agung merupakan hak prerogatif presiden. (Baca: JaksaAgungPrasetyo Ditantang Buka Kasus SP3)
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengungkapkan alasan Presiden Joko Widodo memilih Muhammad Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Menurut Pratikno, Prasetyo dipilih bukan karena berasal dari Partai NasDem, salah satu partai pendukung pemerintah Jokowi.
"Ini karena kompetensi," kata Pratikno di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 20 November 2014. "Prasetyo dianggap memiliki kompetensi untuk menjalankan amanah sebagai Jaksa Agung." (Baca: Mahasiswa Indonesia di Australia Kritik Prasetyo)
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan pemberhentian Prasetyo dari Partai NasDem sebelum dilantik menjadi Jaksa Agung menegaskan bahwa Jokowi ingin pimpinan Korps Adhyaksa memiliki independensi.
Andi enggan berkomentar ihwal kiprah Prasetyo selama di Kejaksaan Agung yang dianggap tak menggembirakan dan kurang gebrakan. Misalnya, ketika Prasetyo menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Umum. "Setelah jadi Jaksa Agung, baru ditunggu gebrakannya," ujar Andi.