Calon Presiden nomor urut satu Prabowo Subianto bersama tim koalisi Merah Putih memberikan keterangan dihadapan awak media terkait hasil hitung cepat perolehan suara sementara Pilpres 2014 di rumah Kertanegara, Jakarta Selatan, Rabu 9 Juli 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO , Surabaya: Brama Japon Janua, 31 tahun, pasrah dengan hukuman yang akan diperolehnya. "Saya jalani saja," kata pria yang pernah bekerja sebagai satpam di kawasan pelabuhan Surabaya ini, Rabu, 12 November 2014.
Brama juga tidak berkeinginan untuk melakukan penangguhan penahanan seperti yang terjadi pada Arsyad, tersangka penghina Presiden Joko Widodo. "Kalau itu kan masih di tahanan, masih bisa penangguhan penahanan. Saya kan sudah disidang," ujarnya. (Baca juga: Gerindra: Bebaskan Penghina Prabowo di Media Sosial)
Kini, Brama menunggu hari-hari vonis hakim atas kasus pencemaran nama baik terhadap Institusi Brigade Mobil dan Prabowo Subianto. Meski yang terakhir ini sudah menyatakan memaafkan Brama. (Baca juga: Fadli Zon Minta PenghinaPrabowo Dipidanakan)
Sidang ketiga Brama digelar Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu. Sidang tersebut menghadirkan saksi ahli pakar hukum dari Universitas Pelita Harapan Surabaya, Jusup Yacobus Setyabudhi. Keterangan Jusup meringankan Brama.
Brama menulis status lewat akun Facebook dengan nama Bribda Candra Tanzil yang mengaku bertugas di Kompi 4 Den A Sat Brimobda Polda Jatim. Dalam status Facebook-nya, tertulis kalimat penolakan terhadap Prabowo untuk menjadi presiden.
"Kalau sampai negara ini dipimpin oleh pecatan Kopassus, tak terpikirkan olehku. Takutnya kejahatan akan merajalela. Ya Allah, aku hanya ingin hidup tenang, menangkan Jokowi, ya Allah, karena aku sangat yakin dengan kepemimpinannya Jokowi kalau beliau bisa menjadi Presiden RI," tulis Brama di akun Facebook-nya. Status itu diunggah pada masa pemilihan presiden lalu.
Karena status tersebut, Brama dipenjara sejak 6 Agustus 2014. Ia diduga melakukan pencemaran nama baik melalui jejaring sosial. Ancamannya, hukuman maksimal 6 tahun penjara.