6 Orang Mati, Vonis Anas, dan Skandal Hambalang

Reporter

Editor

Bobby Chandra

Rabu, 24 September 2014 18:49 WIB

Anas Urbaningrum menjalani sidang di pengadilan Tipikor, Jakarta, 18 September 2014. TEMPO/Eko Siswono

TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap Anas Urbaningrum. Majelis hakim menyatakan bekas Ketua Umum Partai Demokrat itu terbukti melakukan korupsi dan pidana pencucian uang. (Baca: KPK Ingatkan Anas Sesumbar Gantung Diri di Monas)

"Menyatakan terdakwa Anas Urbaningrum terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan secara berulang kali," ujar hakim ketua Haswandi saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 24 September 2014. (Baca: Adnan Buyung: Jaksa Penuntut Anas Bodoh)

Putusan majelis hakim itu hanya separuh dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang meminta hakim menghukum Anas dengan pidana 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta subsider 5 bulan bui. Jaksa juga meminta Anas membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp 94,18 miliar dan US$ 5.261.070. Selain itu, jaksa menuntut Anas dengan pidana tambahan, yakni pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik serta pencabutan izin usaha pertambangan atas nama PT Arina Kotajaya di Kalimantan Timur. (Baca juga: 3 Tudingan Miring Anas kepada Keluarga SBY)

Untuk dakwaan pencucian uang, jaksa menganggap Anas berupaya menyamarkan harta hasil korupsi sebesar Rp 20,88 miliar. Anas membelanjakan duit hasil dugaan korupsi itu untuk membeli rumah seluas 1.639 meter persegi di Jalan Teluk Semangka Blok G, Duren Sawit, Jakarta Timur, seharga Rp 3,5 miliar atas nama terdakwa, dan rumah di Jalan Selat Makassar, Duren Sawit, Jakarta Timur, seharga Rp 690 juta atas nama Attabik Ali, mertua Anas. (Baca:Anas Urbaningrum Divonis 8 Tahun Penjara)

Menurut jaksa, Anas juga membeli secara tunai tanah seluas 3.200 meter persegi di Jalan D.I. Panjaitan, Mantrisuron, Yogyakarta, dan tanah 7.800 meter persegi di lokasi yang sama seharga Rp 15,7 miliar. Dia membayar tanah itu melalui Attabik Ali sebesar Rp 1,5 miliar, US$ 1,1 juta, dan 20 batang emas seberat 100 gram. Anas juga membeli tanah seluas 280 meter persegi seharga Rp 600 juta dan 389 meter persegi seharga Rp 369 juta di Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta, atas nama Dina Zad, kakak ipar Anas. (Baca: Anas dan 466 Politikus yang Dijerat Kasus Korupsi)

<!--more-->

Dalam sejumlah kesempatan, Anas membantah terlibat dalam kasus megaproyek senilai Rp 2,5 triliun itu. Bahkan, pada 9 Maret 2012, Anas mengatakan siap digantung di Monumen Nasional jika dirinya terlibat dalam kasus dugaan korupsi Hambalang. “Yakin, kalau ada satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas,” ujar Anas, yang ketika itu masih menjabat Ketua Umum Demokrat di kantor Demokrat, Jalan Kramat Raya 146, Jakarta Pusat.

Menjelang pembacaan putusan, Rabu siang ini, Anas mengaku siap menghadapi keputusan majelis hakim. Ia mengibaratkan sedang menghadapi ujian dengan penuntut umum dan terdakwa sebagai murid. Sedangkan guru atau wasitnya majelis hakim. Anas berharap putusannya berdasarkan pada fakta persidangan. "Dulu awal sekali, saya menyampaikan di pengadilan ini sungguh ingin diadili. Bukan dihakimi apalagi dijaksai," ujarnya.



Dalam proses pada persidangan, banyak saksi yang memberatkan tudingan terhadap Anas. Namun sebagian ada pula kesaksian yang meringankan Anas. Ada fakta yang mengejutkan dalam kesaksian itu bahwa saksi yang meringankan Anas beberapa kali menyodorkan bukti lewat peran orang-orang yang belakangan diketahui sudah meninggal. Tak hanya dalam kesaksian terhadap Anas, sejumlah saksi dalam skandal Hambalang diketahui juga sudah meninggal selama proses persidangan.

Berikut ini daftar para saksi atau orang berpotensi menjadi saksi yang diketahui sudah meninggal, baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan, maupun selama proses persidangan.

1. Sulaiman, Si Pembeli Dolar

Saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 28 Agustus 2014, mertua Anas, Attabik Ali, mengaku membeli lahan seluas 7.800 persegi yang terbagi menjadi dua di daerah Mantrijeron, Yogyakarta, atau tepat di belakang Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta. Attabik adalah pimpinan pesantren ini. "Harganya kurang-lebih Rp 15 miliar. Tanah itu saya beli dengan empat macam barang," katanya.

Empat barang yang dijadikan pembayaran itu adalah US$ 184 dan Rp 5,4 juta pada 15 Juni 2011. Lalu dibayar dengan dolar senilai US$ 1.109.100 pada 14 Juli 2011, dan sekitar Agustus membayar US$ 2.000 dan emas 2.000 gram dalam bentuk batangan. Pembayaran duit dengan mata uang dolar dan rupiah dalam bentuk tunai. Ia beralasan pembelian tanah berbentuk dolar dan tunai karena tidak percaya dengan bank. (Baca: Jaksa Patahkan Kesaksian Mertua Anas Soal Dolar)

Hakim Haswandi yang mencurigai keterangan Attabik meminta mertua Anas itu untuk membuktikan asal-muasal uang dolarnya. "Bisa tidak membuktikan bahwa uang dolar itu Bapak beli di mana, sejak kapan, dan berapa kali?" tanya Haswandi kepada Attabik dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek Hambalang dengan terdakwa Anas di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 28 Agustus 2014.

Attabik mengatakan yang membeli duit dolar Amerika itu Sulaiman, orang kepercayaannya. Namun Attabik mengaku Sulaiman tak pernah menyerahkan kuitansi pembelian dolar. Sulaiman meninggal pada 2012. Mendengar penjelasan Attabik, Haswandi tak percaya. "Iya, Sulaiman yang beliin, yang punya uang kan Bapak. Logikanya tidak mungkin dia tidak memberi bukti pembeliannya ke bapak?" kata Haswandi. "Tapi saya tidak pernah ngopeni," jawab Attabik. (Baca: Anas Urbaningrum Dituntut 15 Tahun Penjara)

Eks pengacara Anas, Carel Ticualu, menampik tudingan pihaknya berusaha menghadirkan saksi yang telah meninggal dunia dalam persidangan. Carel meminta media untuk tidak tendensius, khususnya, dalam melihat saksi yang meninggal yang diungkapkan dalam persidangan. "Memang itu faktanya. Jangan dilihat saksi yang sudah meninggal, tapi yang belum meninggal lebih banyak, jangan dibesar-besarkan," kata Carrel kepada Tempo, Rabu, 3 September 2014.

<!--more-->

2. Thoifur, Si Pembeli Kamus

Meski berpenghasilan Rp 303 juta per tahun, Attabik mampu membeli lahan berhektare-hektare di belakang Pondok Pesantren Ali Maksum, Krapyak, seharga Rp 15 miliar. Rincian penghasilan Attabik diperoleh, antara lain, dari dana pensiun Rp 3 juta per bulan, hasil sewa kontrakan rumah di Jalan M.T. Haryono Rp 150 juta per tahun, hasil sewa Toko Fashion Rp 90 juta per tahun, dan warung bubur ayam Rp 15 juta per tahun. Attabik mengaku mendapat penghasilan lain dari penjualan kamus bahasa Indonesia-Inggris-Arab.

Kamusnya tersebut, menurut Attabik, menjadi langganan distributor Menara Kudus dengan nilai Rp 8-10 miliar. Dia juga mengatakan pernah menjual kamus kepada pejabat Badan Intelijen Negara seharga Rp 5 miliar. "Kamus saya juga pernah dibeli mantan anggota DPRD Jawa Tengah, Thoifur, seharga Rp 400-500 juta dalam bentuk tunai," kata Attabik saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 28 Agustus 2014. (Baca: Hakim Ragu Mertua Anas Punya Banyak Duit Dolar)

Thoifur yang dimaksud Attabik belakangan sudah meninggal. Saat meninggal pada 2007, Thoifur masih berstatus terdakwa kasus korupsi Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Jawa Tengah tahun anggaran 2003, yang ditangani Kejaksaan Negeri Semarang. Selain Thoifur, Pengadilan Negeri Semarang sudah memvonis eks Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah Ircham Abdurrochim dan eks Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah Muhammad Hasbi.

<!--more-->

3. Ayung, Si Pembeli Rumah

Bekas Wakil Ketua Departemen Luar Negeri Dewan Pimpinan Partai Demokrat, Carrel Ticualu, mengatakan rumah Anas Urbaningrum yang letaknya tak jauh dari Duren Sawit, Jakarta Timur, dibelikan oleh Ayung senilai Rp 5 miliar pada akhir 2010. "Rumahnya tidak jauh dari rumah Anas di Duren Sawit, Jakarta," katanya ketika bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 1 September 2014.

Ayung, menurut Carel, bersimpati kepada Anas lantaran melihat rumah Anas yang kecil. Padahal Anas adalah ketua umum terpilih pada Juni 2010. Karena itulah, kata Carrel, Ayung mau membelikan rumah senilai Rp 5 miliar untuk Anas. Awalnya Ayung memberi tanpa ada tujuan tersembunyi. Namun belakangan, pengusaha yang bernama asli Tan Harry Tantono tersebut ingin mendekati Anas karena kedekatan Anas dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. (Baca: Mertua Anas dapat Salam Tempel Soeharto Semiliar)

Ayung yang dimaksud Carel adalah Tan Hary Tantono, Direktur Utama PT Sanex Steel, yang ditemukan tewas di Swiss-Belhotel, Jakarta Pusat, pada 26 Januari 2012 lalu. Ayung tewas dengan 32 luka tusuk di bagian perut, pinggang, dan leher. Belakangan terungkap bahwa dalang di balik pembunuhan Ayung adalah John Kei, tokoh pemuda dari Maluku, dengan motif penagihan utang-piutang. Adapun Carrel adalah bekas kuasa hukum Ayung.

<!--more-->

4. Muchayat, Si Petinggi Bank Mandiri

Muchayat adalah bekas Deputi Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara. Dia meninggal pada Rabu, 18 Juni 2014, karena penyakit stroke. Muchayat mengembuskan napas terakhirnya di sebuah rumah sakit di Singapura pukul 11.30 WIB. "Benar, beliau meninggal," kata Rafina, sekretaris Munadi Herlambang, anak kandung Muchayat, saat dihubungi Tempo, Rabu, 18 Juni 2014. Nama Muchayat tak bisa dilepaskan dari skandal Hambalang.

Tudingan terhadap Muchayat datang dari juru bicara keluarga Andi Alifian Mallarangeng, Rizal Mallarangeng. Menurut Rizal, Muchayat, yang pernah menjadi Wakil Presiden Komisaris Utama Bank Mandiri, terlibat dalam pengaturan pemenangan PT Adhi Karya sebagai pelaksana proyek Hambalang senilai Rp 2,5 triliun. Rizal menuding Muchayat menggunakan jabatannya sebagai Deputi Kementerian BUMN yang mengawasi BUMN bidang konstruksi untuk meloloskan Adhi Karya. (Baca: Anas Dapat Duit Hambalang Dibungkus Tas Kresek)

Adapun Munadi adalah Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat yang juga menjabat Komisaris PT Dutasari Citralaras, salah satu perusahaan yang memperoleh pekerjaan subkontrak pada proyek tersebut. Salah seorang petinggi Dutasari adalah Machfud Suroso, yang masih terhitung kerabat dari Attiyah Laila, istri Anas Urbaningrum, tersangka kasus tersebut. Munadi membantah terlibat kasus Hambalang.

Nama Muchayat juga muncul dalam kesaksian eks Kepala Divisi Konstruksi 1 PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor. Ia mengakui ada pengeluaran Rp 2,2 miliar dari kas PT Adhi Karya untuk Anas Urbaningrum. Namun uang itu tidak dia serahkan langsung ke Anas. "Kalau tidak salah Rp 2,2 miliar itu lewat tiga orang, yakni Rp 500 juta lewat Indrajaya Manopol. Kemudian Pak Muchayat meminta saya memberikan Rp 200 juta demi kepentingan kongres, terakhir Munadi Herlambang kalau tidak salah ada 3 atau 4 kasbon ada yang Rp 10 juta, ada yang Rp 500 juta," kata Teuku Bagus di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

<!--more-->

5. Arif Gunawan, Si Utusan Bu Pur

Anggota Tim Asistensi Hambalang dan Komisaris PT Methaphora Solusi Global Muhammad Arifin mengatakan dirinya pernah memberikan uang Rp 1 miliar dari PT Adhi Karya kepada Deddy Kusdinar, terpidana kasus Hambalang, untuk diserahkan kepada Nanang Suhatma bagi kepentingan izin mendirikan bangunan. Dia membenarkan Lisa Lukitawati Isa, konsultan proyek Hambalang, pernah memperkenalkannya dengan Widodo Wisnu Sayoko, yang mengaku sepupu Presiden SBY, dan Arif Gunawan alias Arif Gundul. (Baca: Bu Pur, Perempuan Misterius Hambalang)

Arifin membenarkan Widodo dan Arif orangnya Ibu Pur atau Sylvia Solehah, yang disebut-sebut istri kepala rumah tangga Cikeas, kediaman pribadi SBY. Menurut Lisa, ujar Arifin, mereka akan membantu pengurusan proses perizinan multiyears di Kementerian Keuangan. Dia bahkan membenarkan menyerahkan uang Rp 5 miliar kepada Lisa untuk diberikan kepada Arif dan Widodo.

Dalam dakwaan jaksa, uang Rp 5 miliar itu juga mengalir ke Bu Pur. Bu Pur mengaku mengenal Arif Gundul dari Widodo. "Kenal (Arif gundul). Saya dikenalkan oleh Widodo," ujarnya saat bersaksi untuk terdakwa Deddy Kusdinar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Oktober 2012. Namun dia membantah menerima uang dari Arif. Bu Pur membenarkan Widodo kerabat SBY. "Widodo itu sepupunya Pak SBY," kata Bu Pur kepada majelis hakim. (Baca: Kerabat SBY, Abraham: Terlibat Pasti Tersangka)

Dalam kesaksiannya pada 10 Desember 2013, Bu Pur mengaku hanya pernah mengirim pesan pendek kepada Sudarto selaku Kepala Subdirektorat Anggaran Kementerian Keuangan terkait dengan pengurusan proyek tahun jamak Hambalang. "Almarhum Arif Gunawan minta tolong saya SMS ke Sudarto. Saya bilang tidak kenal. Lalu dia yang buat SMS-nya, saya diberi nomor Sudarto, ya, saya teruskan saja. Saya lupa isinya," kata Bu Pur.

Arif Gundul meninggal mendadak pada akhir 2012 dan dimakamkan di Yogyakarta.

6. Asep Wibowo, Si Bos Metaphora

Direktur Operasional PT Metaphora Solusi Global Asep Wibowo berkali-kali dimintai keterangan oleh penyidik KPK. Dalam catatan Tempo, Asep pernah diperiksa untuk tersangka Andi Mallarengang dan Deddy Kusdinar, antara lain, pada 22 Oktober 2013 dan 29 Januari 2013. Metaphora adalah salah satu subkontraktor proyek Hambalang. Perusahaan ini bertanggung jawab terhadap desain kompleks perkampungan olahraga itu. (Baca: Kasus Hambalang, Eks Bos Penyidikan KPK Diperiksa)

Asep meninggal lantaran sakit mendadak karena terserang stroke pada 2013.

TIM TEMPO | PDAT | SUMBER DIOLAH | BOBBY CHANDRA









Advertising
Advertising

TERPOPULER
3 Tudingan Miring Anas kepada Keluarga SBY
Bocah 8 Tahun Dapat Duit Rp 15 Miliar dari YouTube
Anas dan 466 Politikus yang Dijerat Kasus Korupsi
Jokowi Emoh Ditanya Lagi Soal Jakarta


Berita terkait

Ini Alasan Anas Urbaningrum Belum Tentukan Dukungan ke Salah Satu Capres-Cawapres

23 Desember 2023

Ini Alasan Anas Urbaningrum Belum Tentukan Dukungan ke Salah Satu Capres-Cawapres

Ketum Partai Kebangkitan Nusantara Anas Urbaningrum ungkap alasan partainya belum tentukan arah dukungan ke pasangan capres-cawapres pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Belum Tentukan Arah Mendukung Pasangan Capres, Inilah Profil PKN

30 Oktober 2023

Belum Tentukan Arah Mendukung Pasangan Capres, Inilah Profil PKN

Soal dukungan capres dan cawapres di Pilpres 2024 akan dibahas di Majelis Agung PKN.

Baca Selengkapnya

Anas Urbaningrum Bicara Drama Bacapres: Pada Waktunya PKN Bersikap

10 September 2023

Anas Urbaningrum Bicara Drama Bacapres: Pada Waktunya PKN Bersikap

Anas Urbaningrum memastikan PKN akan mendukung salah satu capres. Namun belum saat ini.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan dan Anas Urbaningrum Dijadwalkan Berkunjung ke Sumatera Selatan

7 September 2023

Anies Baswedan dan Anas Urbaningrum Dijadwalkan Berkunjung ke Sumatera Selatan

Anies Baswedan bakal berakhir pekan di Palembang. Di hari yang sama, Anas Urbaningrum juga dijadwalkan ke Sumatera Selatan

Baca Selengkapnya

Hadiri Deklarasi Prabowo Subianto oleh PBB, Ini Profil Cak Imin, Anis Matta, dan Anas Urbaningrum

31 Juli 2023

Hadiri Deklarasi Prabowo Subianto oleh PBB, Ini Profil Cak Imin, Anis Matta, dan Anas Urbaningrum

Cak Imin, Anas Urbaningrum, dan Anis Matta hadiri deklarasi Prabowo Subianto sebagai Capres 2024 oleh PBB. Ini profil ketiga ketua umum partai itu.

Baca Selengkapnya

Profil Partai Kebangkitan Nusantara, Eks Sayap Partai Demokrat yang Disebut Anas Urbaningrum Bukan Partai Keluarga

16 Juli 2023

Profil Partai Kebangkitan Nusantara, Eks Sayap Partai Demokrat yang Disebut Anas Urbaningrum Bukan Partai Keluarga

Anas Urbaningrum sebut Partai Kebangkitan Nusantara bukan partai keluarga yang ekslusif. Ini profilnya.

Baca Selengkapnya

Anas Urbaningrum Balik Terjun ke Dunia Politik, Gede Pasek sempat Singgung Hak Berserikat

16 Juli 2023

Anas Urbaningrum Balik Terjun ke Dunia Politik, Gede Pasek sempat Singgung Hak Berserikat

Anas Urbaningrum kembali terjun ke dunia politik setelah bebas. Gede Pasek sempat singgung hak berserikat.

Baca Selengkapnya

Anas Urbaningrum Bilang PKN Bukan Partai Keluarga

16 Juli 2023

Anas Urbaningrum Bilang PKN Bukan Partai Keluarga

Anas Urbaningrum optimistis partai ini akan menjadi magnet bagi hadirnya calon kader baru yang ingin bergabung.

Baca Selengkapnya

Profil Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara

15 Juli 2023

Profil Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara

Anas Urbaningrum terpilih sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara yang baru. Berikut profilnya.

Baca Selengkapnya

Kata Anas Urbaningrum dan Gede Pasek soal PKN yang Belum Tentukan Arah Koalisi

15 Juli 2023

Kata Anas Urbaningrum dan Gede Pasek soal PKN yang Belum Tentukan Arah Koalisi

Anas Urbaningrum dan Gede Pasek sebut Partai Kebangkitan Nusantara atau PKN belum tentukan arah koalisi untuk Pemilu 2024

Baca Selengkapnya