Gunakan Dana Miskin, Puteh Dijerat Lagi.

Reporter

Editor

Rabu, 6 April 2005 13:52 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Satu kasus belum selesai datang lagi kasus lain. Itulah nasib yang terjadi pada Gubernur Aceh (non aktif) Abdullah Puteh. Di Pengadilan Korupsi di Jakarta, Puteh dituduh korupsi memanipulasi uang negara untuk pembelian helikopter. Sedangkan di Banda Aceh, hari ini (06/04) Puteh ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penggunaan dana APBD 2004.Penggunaan dana APBD itu, digunakan Puteh untuk membayar pengacaranya dalam kasus pembeliaan heli. Selain Puteh, Karo Hukum/Humas Setda NAD, A. Hamid Zein juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) NAD. Menurut Kepala Jaksa Tinggi NAD, Andi Amir Ahmad kepada wartawan di Kantor Kajati NAD, kasus penggunaan dana APBD untuk kepentingan pribadi Puteh, telah dilakukan penyelidikan. "Tak lama lagi akan kami lakukan penyidikan,"katanya. Dalam penyelidikan, Kejaksaan Tinggi telah mendengar keterangan beberapa orang di lingkungan Setda NAD, antara lain ; Sekda NAD Thantawi Ishak, Karo Hukum yang juga telah menjadi tersangka, Hamid Zein, Karo Keuangan TM Lizam, Kepala Bendaharawan Umum Daerah Zainuddin dan Pemegang Kas Biro Hukum Nur Namsyah. Penggunaan dana APBD tersebut, menurut Andi, melanggar hukum. Karena sebenarnya dana yang berasal dari pos bantuan hukum tersebut dipergunakan untuk masyarakat miskin yang berperkara. Menurutnya, dana yang dipakai Puteh untuk membayar pengacarannya adalah Rp 4,138 Milyar. Dana itu berasal dari APBD 2004 yang dilakukan perubahan kembali oleh DPRD NAD, sejak Puteh berkasus dalam pengadilan. Andi juga menyebutkan kemungkinan tersangka akan bertambah, karena kasus tersebut juga melibatkan anggota DPRD NAD yang menyetujui perubahan APBD dan menyetujuinya. "Dalam kasus ini, Puteh korupsi juga ulah dari DPRD,"ujar Andi. Saat ini pihak Kejati terus menyelidiki dalang di DPRD yang terlibat dalam kasus tersebut. Anggota DPRD NAD yang dimaksud Andi adalah mereka yang duduk di dewan periode lalu, masa Muhammad Yus menjabat sebagai Ketua DPRD NAD. Wakajati NAD, T. Zakaria menyatakan keterlibatan anggota dewan sangat potensial. Karena mereka menyetujui perubahan anggaran APBD 2004 yang kemudian di pakai untuk kepentingan Puteh. Sebelum perubahan, Zakaria menggatakan pos dana untuk bantuan hukum untuk masyarakat tersebut hanya Rp. 90 juta. "Itu dana untuk orang miskin,"kata Zakaria. Menurut Mukhlis Mukhtar beberapa waktu yang lalu, terbongkarnya kasus penggunaan dana pos bantuan hukum APBD NAD 2004, untuk keperluan persidangan Abdullah Puteh adalah pada saat Raker Kelompok Kerja V Biro Anggaran dengan Biro Humas dan Hukum Setda NAD. Raker itu dilaksanakan di Gedung DPRD NAD. Saat itu DPRD NAD akan menggelar sidang untuk menyusun APBD ke depan. Tapi pada saat itu, Mukhlis melihat adanya penurunan yang drastis pada anggaran antara 2004 dan 2005, pada pos dana untuk bantuan hukum. Kemudian pihak Komisi A DPRD NAD mempertanyakan kepada Kepala Biro Hukum Setda NAD, Hamid Zein. Kami mempertanyakannya, karena ada penurunan yang sangat drastis,"ujart Muhklis.Hamid Zein kemudian menjelaskannya. Saat itu Hamid mengatakan ada penyediaan anggaran untuk pejabat pemerintahan yang akan berkasus di pengadilan.Menurut Mukhlis dana bantuan hukum itu bukanlah diperuntukkan untuk pejabat, tetapi untuk masyarakat miskin yang berperkara dan tidak sanggup menyiapkan pengacara. Maka, dana itulah yang akan dipakai untuk membayar pengacara dalam kasus-kasus prodeo (tidak mengambil uang dari orang yang bersangkutan). Dalam setiap anggaran yang dibuat oleh DPRD NAD, dana itu selalu disiapkan dalam pos dana belanja pembangunan tidak langsung. "Itu ada ketentuan dalam KUHAP, untuk bantu orang yang tidak mampu, bukan untuk pejabat negara,"katanya.Adi Warsidi

Berita terkait

Pemilu 2024, 15 Mantan Narapidana Korupsi Masuk DCS DPR dan DPD RI

27 Agustus 2023

Pemilu 2024, 15 Mantan Narapidana Korupsi Masuk DCS DPR dan DPD RI

Sebanyak 15 mantan narapidana kasus korupsi masuk ke DCS DPR dan DPD RI untuk Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Ketua Bamus Betawi Minta Anak Muda Betawi Teladani Haji Lulung

16 Desember 2022

Ketua Bamus Betawi Minta Anak Muda Betawi Teladani Haji Lulung

Ketua Bamus Betawi Riano P Ahmad menilai almarhum Haji Lulung sosok yang pemberani

Baca Selengkapnya

KPK Arab Saudi Tangkap 241 Orang

16 Maret 2021

KPK Arab Saudi Tangkap 241 Orang

Lembaga Pengawasan dan Antikorupsi Arab Saudi menangkap 241 orang, termasuk pegawai beberapa kementerian, atas dugaan korupsi

Baca Selengkapnya

Kasus Penipuan, Abdullah Puteh Divonis 1,5 Tahun Penjara

10 September 2019

Kasus Penipuan, Abdullah Puteh Divonis 1,5 Tahun Penjara

Abdullah Puteh dianggap terbukti bersalah dalam kasus penipuan terhadap rekan bisnisnya.

Baca Selengkapnya

Terlibat Korupsi UPS, Anggota DPRD DKI dari Hanura Diganti

7 November 2017

Terlibat Korupsi UPS, Anggota DPRD DKI dari Hanura Diganti

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi memberhentikan Fahmi Zulfikar, anggota DPRD DKI yang terlibat korupsi UPS.

Baca Selengkapnya

Kejaksaan Tinggi Riau Periksa 50 Saksi Korupsi Berjamaah APBD Pelalawan

31 Mei 2017

Kejaksaan Tinggi Riau Periksa 50 Saksi Korupsi Berjamaah APBD Pelalawan

Kejaksaan Tinggi Riau tengah mendalami dugaan korupsi berjemaah dana tak terduga pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pelalawan 2012.

Baca Selengkapnya

Korupsi dan Pembubaran Partai

30 Maret 2017

Korupsi dan Pembubaran Partai

Tulisan ini dimaksudkan untuk menanggapi artikel Hifdzil Alim, "Pembubaran Partai" (Kompas, 20 Maret 2017), yang mempunyai argumen mirip dengan artikel Feri Amsari, "Pembubaran Partai Lintah" (Koran Tempo, 1 Mei 2013). Berangkat dari kasus korupsi yang menyerempet fungsionaris dan elite petinggi partai, termasuk yang terakhir adalah e-KTP, kedua penulis berpendapat bahwa korupsi bisa menjadi alasan pembubaran partai. Argumen mereka, partai politik perlu dibuat jera untuk menghindari perampokan uang negara oleh partai. Sebagai pemerhati hukum dan korupsi, tentu nalar hukum, seperti revisi aturan perundang-undangan dan revitalisasi peran Mahkamah Konstitusi, menjadi landasan penting bagi dua penulis tersebut.

Baca Selengkapnya

KPK Tegaskan Tak Butuh Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002

17 Maret 2017

KPK Tegaskan Tak Butuh Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002

uru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan lembaganya tidak membutuhkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi

Baca Selengkapnya

Kasus E-KTP, Dua Berkas Setebal 2,6 Meter Dilimpahkan

1 Maret 2017

Kasus E-KTP, Dua Berkas Setebal 2,6 Meter Dilimpahkan

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menyerahkan dua berkas dugaan korupsi e-KTP kepada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta hari ini.

Baca Selengkapnya

Korupsi, Adik Ipar Raja Spanyol Divonis Bersalah

18 Februari 2017

Korupsi, Adik Ipar Raja Spanyol Divonis Bersalah

Pengadilan Spanyol membebaskan adik Raja Spanyol, Christina de Borbon, dalam kasus yang sama.

Baca Selengkapnya