(dari kiri) Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, Mantan Sekretaris Dewan Pembina Partai demokrat, Andi Mallarangeng dan Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin bersalaman usai memberikan keterangan sebagai saksi pada sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional dengan terdakwa Teuku Bagus Mokhamad Noor di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (13/5). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum didakwa menerima ratusan miliar dari proyek pemerintah dan disebut sedang mengumpulkan modal untuk menjadi Presiden RI. Apa tanggapan Anas?
Selama hampir satu jam berlangsung pembacaan dakwaan, Anas Urbaningrum menyatakan menyimaknya dengan sungguh-sungguh. Namun ia mengaku tidak mengerti isi surat dakwaan setebal 54 halaman tersebut.
"Saya mendengarkan dengan saksama dakwaan yang disusun tim jaksa penuntut umum. Saya bisa mengerti bahasanya, tetapi saya tidak mengerti substansinya," ujar Anas kepada majelis hakim yang dipimpin Haswandi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat, 30 Mei 2014. (Baca: Jaksa: Kumpulkan Harta, Anas Ingin Jadi Presiden)
Anas didakwa menerima uang Rp 116,525 miliar dan US$ 5,2 juta dari beberapa proyek pemerintah yang menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Selain itu, ia disebut menerima dua mobil, yakni Toyota Harrier bernomor polisi B-15-AUD senilai Rp 670 juta dan Toyota Vellfire berpelat nomor B-6-AUD seharga Rp 735 juta. Juga, dana kegiatan survei pemenangan di Kongres Partai Demokrat sebesar Rp 478.632.230. (Baca: Anas Didakwa Terima Rp 116 M dan US$ 5,2 Juta)
"Pada 2005, terdakwa keluar dari Komisi Pemilihan Umum karena ingin tampil sebagai pemimpin nasional sebagai presiden sehingga membutuhkan kendaraan politik dan biaya yang sangat besar," kata jaksa Yudi Kristiana.
Jaksa mengatakan, semenjak bergabung dengan Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya, Anas memanfaatkan posisinya untuk mengurus sejumlah proyek penting di pemerintahan. "Pengaruhnya semakin besar saat mengajukan diri sebagai anggota DPR dan ditunjuk sebagai ketua fraksi."
Seusai sidang, Anas kembali mengomentari surat dakwaan. Menurut dia, dakwaan jaksa mengada-ada. “Begini saja, coba sampean bayangkan, tahun 2005 saya sudah mau capres itu logis atau tidak? Masuk akal atau tidak? Itu fakta atau ilusi? Itu kenyataan atau pernyataan spekulasi?" kata Anas.