TEMPO Interaktif, Kupang: Ratusan sopir angkutan kota dari berbagai jurusan terus melakukan aksi mogok dan berunjukrasa ke gedung DPRD Kota Kupang menuntut pemberlakuan tarif baru. Aksi ini ini membuat ribuan pelajar, mahasiswa dan pengguna angkota terlantar dan terpaksa menggunakan jasa ojek dengan tarif rata-rata diatas Rp 5.000. Meski Gubernur NTT telah mengeluarkan SK Nomor 23/Kep/HK/2005 tentang penetapan tarif angkutan penumpang dan mulai berlaku sejak 1 Maret, tetapi para sopir angkot merasa keberatan. Dalam SK tersebut, tarif orang dewasa sebesar Rp 1500 dari sebelumnya Rp 1000 dan pelajar/mahasiswa Rp 750 dari sebelumnya Rp 500. "Kami minta tarif orang dewasa dan pelajar/mahasiswa disamakan yakni Rp 1000 per penumpang karena kalau berbeda maka banyak orang dewasa yang mengaku sebagai mahasiswa," kata Arnold,salah satu sopir angkot. Aksi mogok tersebut berlangsung Rabu (2/3) sejak pagi hari sehingga polisi terpaksa mengoperasikan 10 unit bus dibantu beberapa truk untuk membantu kelancaran transportasiwarga. Sementara itu, demonstrasi menentang kenaikan harga BBM juga kembali terjadi di Kupang. Ratusan mahasiswa yang bergabung dalam Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Pemuda Demokrat Indonesia, Serikat Pemuda Kayu Putih, Serikat Pemuda Oebobo, elemen masyarakat dan aktivis LSM mendatangi gedung DPRD NTT. Mereka mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencabut kenaikan harga BBM dan meminta maaf kepada masyarakat Indonesia atas kebijakan yang terkesan terburu-buru tersebut. "Kami juga menuntut pemerintah secepatnya mengembalikan stabilitas harga barang dan melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap dana kompensasi BBM yang saat ini tengah bergulir di tengahmasyarakat," kata Yunus Takandewa, Sekertaris DPD Pemuda Demokrat Indonesia Provinsi NTT.Para demonstran menilai, kenaikan harga BBM merupakan bagian dari premanisme pemerintah terhadap masyarakat sehingga mereka menyerukan mogok nasional dan mendesak Presiden SBY-Yusuf Kalla melepaskan jabatannya karena tidak mampu menjalankan amanat rakyat. Jems de Fortuna-Tempo