Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini Ria Soehatsyah menangis di pengujung pembacaan pleidoinya. Dia menangis minta kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi agar penahanannya di pindah ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.
"Mengingat keluarga dan ibu saya yang sedang sakit stroke terlalu sulit mengunjungi saya," kata Rudi sembari terisak saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 15 April 2014.
Rudi memohon dipindah setelah 22 April 2014 yang jadi hari terakhir penahanannya di Rutan KPK. "Terlepas dari status inkracht atau belum atas perkara saya ini," ujarnya. Usai membacakan pleidoinya, Rudi masih terlihat terisak dan sesekali menyeka air matanya. Rudi yang mengenakan atasan batik hitam-cokelat dan celana hitam itu juga terlihat lemas saat penasihat hukumnya bergiliran membacakan nota pembelaan (pleidoi).
Selain memohon di pindah ke LP Sukamiskin, Rudi juga meminta hakim berkenan mengembalikan atau membuka blokir atas barang-barang pribadinya yang disita KPK. Di antaranya uang pribadi yang berjumlah US$ 190,100 dan Sin$ 187 ribu.
Menurut jaksa, Rudi terbukti menerima duit Sin$ 200 ribu dan US$ 900 ribu dari Bos PT Kernel Oil Singapura, Widodo Ratanachaitong, untuk memenangkan sejumlah tender di SKK Migas. Rudi juga disebut menerima US$ 522.500 dari Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri, Artha Meris Simbolon.
Jaksa juga menilai Rudi terbukti menerima duit dari sejumlah anak buahnya, antara lain dari Wakil Kepala SKK Migas saat itu Yohanes Widjonarko Sin$ 600 ribu, Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas Gerhard Martin Rumesser uS$ 150 ribu dan US$ 200 ribu, serta US$ 50 ribu dari Kepala Divisi Penunjang Operasi SKK Migas Iwan Ratman.