Pekerja di proyek pembangunan Pullman Hotel di area pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat di Bandung (13/3). BPLHD Kota Bandung menyatakan proyek ini belum memiliki Amdal sementara pemerintah provinsi menyatakan semua perizinan sudah beres. TEMPO/Prima Mulia
Menurut Harastoeti, lokasi hotel dan convention center tidak cocok berada di lingkungan kawasan cagar budaya Gedung Sate. Hotel dan convention center seharusnya berada di kawasan sekitar yang menjadi tempat pendukung Gedung Sate. "Dulu (di lokasi Hotel Pullman) pernah diusulkan pembangunan masjid," kata dosen Arsitektur Universitas Parahyangan itu.
Ia juga mempertanyakan dasar kerja sama pembangunan hotel itu, yang dipakai Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ia menjelaskan, perjanjian tersebut dibuat pada 1997. "Sekarang situasi dan kondisinya sudah berubah," katanya.
Pada 1997, ujar Harastoeti, ada kelompok investor dari Jepang yang berniat membangun gedung convention center dengan mal di bawahnya. “Bandung Heritage ketika itu menolak karena lokasinya di seberang Gedung Sate. Tidak boleh ada komersialisasi. Itu akan mengganggu kewibawaan Gedung Sate," tutur dia.
Anggota Tim Cagar Budaya Kota Bandung itu mengatakan pengembang tidak mengajukan rekomendasi kepada tim yang dibentuk pemerintah Bandung pada 2012 untuk melestarikan bangunan cagar budaya. "Izin pembangunan hotel di luar sepengetahuan kami, mereka juga salah prosedur," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat menilai pembangunan Hotel Pullman cacat prosedur, tidak mengantongi izin analisis mengenai dampak lingkungan, dan melanggar peruntukan ruang wilayah di sekitar Gedung Sate sebagai kawasan perkantoran. Hotel dan gedung konvensi itu dilakukan lewat kerja sama antara pengembang dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.